Update

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Koperasi adalah suatu kumpulan...

Peralihan Hak Atas Tanah

May 14, 2017


Peralihan Hak Atas Tanah

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa di dalam permasalahan hukum agraria sering kita jumpai kasus konkrit yang prinsip-prinsip hukumnya telah dikuasai oleh praktisi hukum, tetapi timbul kesalahan penerapan hukumnya karena ada hal khusus. Misalnya pada kasus Mahkamah agung yamg pernah mengadili kasus penyelundupan hukum atas pasal 26 ayat 2 UUPA mengenai jual beli hak atas tanah. Jual beli sendiri merupakan salah satu cara pelalihan hak atas tanah, namun dalam makalah yang kami buat kali ini akan membahas mengenai peralihan hak atas tanah yang dimuaat dalam pasal 20 ayat (2) undang-Undang Pokok Agraria: “Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Peralihan Hak atas tanah sendiri adalah sesuatu hal yang menyebabkan Hak atas tanah berpindah atau beralih dari seseorang atau badan Hukum kepada orang lain atau badan Hukum.
Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena dua hal yaitu peristiwa hukum dan perbuatan hukum, di dalam peristiwa hukum yaitu karena pewarisan sedangkan di dalam perbuatan hukum terdapat jual-beli, hibah, wakaf serta lelang yang membutuhkan bukti surat dari PPAT agar dapat disahkan yang selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci lagi. Selain itu dalam makalah ini juga akan membahas tentang prsyaratan-persyaratan peralihan hak atas tanah baik karena peristiwa hukum maupum perbuatan hukum dan juga beberapa prosedur dalm melakukan peralihan hak atas tanah tersebut.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian peralihan hak atas tanah?
2.    Apa saja syarat-syarat peralihan hak atas tanah?
3.    Bagaimanakah peralihan hak melalui jual-beli, hibah, wakaf, waris dan lelang?

C.      Tujuan
             1.          Mengetahui pengertian peralihan hak atas tanah?
             2.          Mengetahui syarat-syarat peralihan hak atas tanah?
             3.          Mengetahui peralihan hak melalui jual-beli, hibah, wakaf, waris dan lelang?


















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pengalihan Hak
Berdasarkan pasal 20 tentang pengertian hak milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, artinya tidak terbatas jangka waktu penguasaannya dan jika pemiliknya meninggal dunia akan dilanjutkan oleh ahli warisnya. Selain dapat di warisi oleh ahli warisnya, hak milik juga dapat dialihkan (dalam arti di pindahkan) kepada pihak yang lain, misalnya melalui jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perusahaan.[1]
Hak milik juga diartikan hak terkuat dan terpenuh, artinya terkuat adalah hak milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain. Tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah di hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah member wewenang pada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas jika dibandingkan hak atas tanah yang lain. Misalnya, peraturan-peraturan tentang Hak milik adat. [2]
Peralihan Hak atas tanah adalah sesuatu hal yang menyebabkan Hak atas tanah berpindah atau beralih dari seseorang atau badan Hukum kepada orang lain atau badan Hukum. Hal tersebut bisa terjadi karena; Perbuatan Hukum dan Peristiwa Hukum
Peraturan Hak milik atas tanah diatur dalam pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu Hak milik dapat beralih dan di alihkan pada pihak lain. Dua bentuk peralihan Hak Milik atas tanah dapat dijelaskan sebagai berikut:
            1.    Beralih
Beralih artinya berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa Hukum. Contoh peristiwa hukum adalah meninggal dunianya seseorang, dengan meninggalnya pemilik tanah maka Hak Miliknya secara Hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli waris memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik. Prosedur pendaftaran peralihan hak karena beralihnya Hak Milik atas tanah diatur dalam pasal 42 peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. pasal 111 dan pasal 112 Permen Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
2.    Dialihkan
Dialihkan artinya berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemegang hak atas tanah kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan Hukum. Contoh perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, pernyertaan dalam modal perusahaan (inbreng), lelang.
Perpindahan Hak Milik atas tanah karena adanya suatu perbuatan hukum harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali lelang dibuktikan dengan Berita Acara atau Risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat dari kantor lelang. Berpindahnya Hak Milik atas tanah ini harus didaftarkan ke kantor pertanahan kabupatan atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan di lakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemilik tanah lama kepada pemilik tanah yang baru. Prosedur pemindahan Hak Milik atas tanah karena jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan) dalam modal perusahaan diatur dalam pasal 37 sampai dengan pasal 40 peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997. Pasal 97 sampai dengan pasal 106 permen / kepala BPN No. 3 Tahun 1997.
Peralihan Hak Milik atas tanah baik secara langsung maupun tidak langsung kepada orang asing, kepada seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan / kepada badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah adalah batal karena Hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, artinya tanahnya kembali jadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. [3]
B.       Syarat-Syarat Peralihan Hak
Dalam  pasal 58 dinyatakan bahwa selama peraturan-peraturan undang-undang ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan pasal itu. Pasal 58 merupakan pasal peralihan yang bersifat umum, dalam arti berlaku bagi peraturan lama yang masih akan diberlakukan dalam rangka hukum tanah yang baru. Adapun syarat-syarat bagi masih berlakunya untuk sementara peraturan-peraturan yang bersangkutan adalah:
Pertama    : UUPA menghendaki suatu soal diatur dalam peraturan pelaksanaan. Selama peraturan pelaksanaan itu belum ada, yang berlaku adalah peraturan yang lama
Kedua      : Jika syarat pertama dipenuhi, masih perlu diuji apakah isinya tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan UUPA
Ketiga      : Jika kedua syarat dipenuhi, apabila perlu peraturan yang lama itu dapat diberi tafsir yang sesuai dengan jiwa ketentuan-ketentuan UUP[4]
Selain syarat-syarat umum yang disebut dalam pasal 58, ada dua syarat lain yang ditetapkan bagi masih berlakunya peraturan-peraturan lama mengenai hak milik, yaitu :
           1.    Belum terbentuknya undang-undang yang akan mengatur hak milik
           2.    Sepanjang peraturan yang lama itu tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA
Pasal 19 PP no. 10/1961 mengharuskan setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah dibuktikan dengan akta pejabat yang ditunjuk oleh Menteri agraria (sekarang menteri dalam negeri). Pejabat itu adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Izin pemindahan hak diatur dalam pasal 2 PMA no. 14/1961:[5]
                        1.       Pemindahan hak atas tanah memerlikan izin dari instansi pemberi izin.
                    2.      Sebelum diperoleh izin sebagai yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini, pemindahan hak tersebut tidak akan di daftar oleh Kepala Kantor Pendaftara Tanah (KKPT) yang bersangkutan.
Sedangkan instansi yang berhak memberi izin adalah sebagai berikut:
                             1.     Hak Milik addalah Bupati/walikota
                             2.     Hak Guna Usaha adalah Gubernur bila luas tanahnya 25 ha atau kurang dan peruntukan tanahnya bukan untuk tanaman keras.
                          3.    Hak Guna Usaha adalah Menteri Dalam Negeri bilaluas tanahny alebih dari 25 ha dan peruntukannya untuk tandus dan kerass.
                        4.    Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, keduanya atas tanah Negara, adalah Bupati bila yang menerima ialah badan hukum Indonesia yang bermodal asing.
                             5.     Hak Pakai atass tanah Negara adalah Menteri Dalam Negeri bila yang menerima adalah orang asing, badan hukum asing atau badan hukum Indonesia yang bermodal asing.
Dalam pemindahan atau peralihan hak atas tanah yang mensyaratkan adanya persetujuan terlebih dahulu secara tertulis dari pihak lain, yaitu:
         1.  Pemindahan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan memerlukan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
           2.   Pemindahan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik memerlukan persetujuan dari pemilik tanah.
      3. Pemindahan Hak Pakai atas tanah Negara memerlukan persetujuan dari Kantor Kepala Pertanahan Kabupaten atau Kota Setempat.
           4.   Pemindahan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan memerlukan persetujuan dari pemegang   Hak Pengelolaan.
             5.   Pemindahan Hak Pakai atas tanah Hak Milik memerlukan persetujuan dari pemilik tanah.
             6.   Pemindahan Hak Sewa untuk Bangunan memerlukan persetujuan dari pemilik tanah.
Selain itu dalam pemindahan hak atas tanah ada yang tidak mensyaratkan adanya persetujuan dari pihak lain, yaitu:
  1. Pemindahan Hak Milik.
  2. Pemindahan Hak Guna Usaha.
  3. Pemindahan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara.
Ada hak atas tanah yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak atas tanah tersebut adalah Hak Pakai yang dikuasai oleh:[6]
           1.       Lembaga Negara.
           2.       Departemen.
           3.       Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
           4.       Pemerintah Provinsi.
           5.       Pemerintah Kabupaten/Kota.
           6.       Pemerintah Desa.
           7.       Perwakilan Negara Asing.
           8.       Perwakilan badan internasional.
           9.       Badan keagamaan.
       10.       Badan sosial.




C.      Peralihan Hak Melalui Jual-Beli, Hibah, Wakaf, Waris dan Lelang
1.    Peralihan Hak Melalui Jual-Beli
Menurur pasal 1457 KUHP dinyatakan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, yang membuat pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain membayar harga yang telah disepakati. Jual beli yang dimaksudkan disini adalah jual beli hak atas tanah. Secara yuridis yang diperjual belikan adalah hak atas tanah bukan tanahnya, nemun bertujuan supaya pembeli dapat secara sah dapat menguasai dan menggunakan tanah. Istilah jual beli disebut dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu UU no. 16 Tahun 1985, PP no. 40 Tahun 1996, PP no. 24 Tahun 1997. Namun demikian, didalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak memberikan pengertian apa yang dimaksudkan dengan jual beli.
Pada dasarnya, objek pemindahan hak melalui jual beli adalah hak atas tanah atau Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Milik Satuan Rumah Susun. Sedangkan syarat sahnya jual beli hak atas tanah untuk kepentinganpendaftaran pemindahan haknya ada dua yaitu:
1.     Syarat materil: pemegang hak atas tanah berhak dan berwenang menjual hak atas tanah, dan pembeli harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas tanah yang menjadi objek jual beli.
2.      Syarat formal: dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka jual beli hak atas tanah harus di buktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT.
Tahapan-tahapan dalam pendaftaran pemindahan hak atas tanah melalui kantor pertanahan Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
1.    Persiapan pembuatan akta.
2.    Pelaksanaan pembuatan akta.
3.    Pendaftaran pemindahan hak.
4.    Penyerahan sertifikat
2.    Peralihan Hak Melalui Hibah
Hibah tanah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain dengan tidak ada penggantian apapun dan dilakukan secara sukarela, tanpa ada kontraprestasi dari pihah penerima pemberian, dan dilakukanpada saat si pemberi masih hidup.[7] Seperti halnya dengan jua beli dan tukar-menukar, maka hibah tanah bukan merupakan perjanjian yang pelaksanaannya harus dipenuhi dengan penyerahan haknya secara yuridis kepada fihak yang menerima hibah, melainkan merupakan perbuatan hukum yang menyebabkan beralihnya hak milik atas tanah yang bersangkutan kepada yang diberi hibah. Bedanya dengan jual-beli adalah dalam hal hibah pemilik tidak menerima imbalan sebagai ganti dari pada tana yang dihibahkan itu. Sebagai perbuatan hukum yang mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah, maka hibah diatur dalam Hukum Tanah, dan menurut pasal 19 Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 harus dibuktikan dengan akta yang dibua oleh dan di hadapan PPAT.[8]
Contoh akta hibah juga ditetapkan dalam SKMDN no. 104/DJA/1977. Dan segala sesuatu yang diuraikan jual-beli dengan penyesuaian seperlunya, berlaku juga untuk hibah. Menurut KUHPerdata, terdapat orang-orang yang tidak cakap melakukan tindakan hukum berupa hibah, yaitu anak-anak dibawah umur dan antara suami isteri tidak boleh menjadi subjek persetujuan hibah. Larangan ini untuk melindungi pihak ketiga yang mempunyai tagihan kepada salah seorang di antara suami isteri tersebut. Begitu juga penerimaan hibah juga dihadapan notaris. Dalam Pasal 1683 KUH Perdata menyebutkan “tiada suatu hibah mengingat si penghibah atau menerbitkan bagaimanapun, selain mulai dengan kata-kata yang tegas telah diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh orang yang diberi kuasa oleh si penerima hibah.
3.    Perlihan Hak Melalui Wakaf
Keberadaan  wakaf sebagai salah satu lembaga kepemilikan telah diatur dalm UUPA. Yaitu pada pasal 49 ayat 1, 2, dan 3 yang menyatakan bahwa hak milik tanah badan-badan keagamaan dan social, sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan social diakui dan dilindungi. Tanah wakaf hrus bersifat kekeal dan merupakan hak milik yang peruntukannya bagi penciptaan kesejahteraan sosoial dan ibadah orang yang mewakafkan tanahnya. Dalam paal 4 UU tentang wakaf dijelaskan tujuan wakaf yaitu memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dijelaskan bahwa wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf yaitu; (1) Wakif, (2) Nadzir, (3) Harta benda wakaf, (4) Ikrar wakaf, (5) peruntukan benda wakaf dan (6) Jangka waktu. Dengan memperhatikan unsur wakaf di atas, keterlibatan pemerintah dalam pengaturan teknis administrative ibadah di bidang perwakafan sangaat jelas melalui Kementerian Agama dalam mengelola wakaf sekaligus pengawasannya.[9]
Tanah yang dapat diwakafkan adalah tanah yang memiliki status sebagai tanah hak milik. Untuk mendapat kekuatan hukum atas tanah yang diwakafkan, maka harus dibuatkan ikrar wakaf dengan suatu akta oleh Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Pelaksanaan ikrar wakaf, demikian pula pembuatan akta ikrar wakaf dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oeh sekurang-kurangnya 2 orang saksi, yang disertai dengan surat-surat bukti kepemilikan tanah, surat keterangan kepala desa dan surat keterangan pendaftaran tanah. Setelah akta ikrar wakaf dibuat, selanjutnya dilakukan pendaftaran wakaf tanah milik ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk memperoleh sertifikat.
4.    Peralihan Hak Melalui Waris
Pewarisan hak adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya sebagai pewaris kepada pihak lain sebagai ahli waris karena pemegang haknya meninggal dunia. Pewarisan yang dimaksudkan disini adalah pewarisan hak atas tanah, dalam praktik disebut pewarisan tanah. Secara yuridis, yang diwariskan adalah hak atas tanah bukan tanahnya, namun tujuannya yaitu supaya ahli warisnya dapat secara sah menguasai dan menggynakan tanah tersebut. Istilah pewarisan disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan pertanahan, yaitu UU No. 5 Tahun 1960 pasal 21 ayat (3). Perolehan hak milik atas tanah juga terjadi karena pewarisan dari pemilik kepada ahli waris sesuai dengan pasal 26 UUPA. Pewarisan dapat terjadi karena ketentuan undang-undang ataupun karena wasiat dari orang yang mewasiatkan.[10]
Pada dasarnya, objek pemindahan hak melalui jual beli adalah hak atas tanah atau Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Milik Satuan Rumah Susun. Sedangkan syarat sahnya jual beli hak atas tanah untuk kepentinganpendaftaran pemindahan haknya ada dua yaitu:
1.       Syarat materil: ahli waris harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas tanah yang menjadi objek pewarisan.
2.      Syarat formal: dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka pewarisan hak atas tanah harus di buktikan dengan surat keterangan kematian pewaris dan surat keterangan sebagai ahli waris..
Tahapan-tahapan dalam pendaftaran pemindahan hak atas tanah melalui kantor pertanahan Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
1.         Permohonan pendaftaran peralihan hak.
2.         Pencatatan peralihan hak.
3.         Penyerahan sertifikat hak.

5.    Peralihan Hak Melalui Lelang
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Yang dimaksud dengan lelang tanah disini adalah lelang atas hak tanah. Istilah lelang disebut dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan pertanahan yaitu; peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, PP no, 24 Tahun 1997 dan Peraturan menteri Negeri agrarian/Kepala Badan Pertanahan Nasional no. 3 tahun 1997. Prosedur pemindahan Hak Milik atas tanah karena lelang diatur dalam pasal 41 Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 jo. Pasal 107 sampai pasal 110 Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1997.
Objek lelang tanah adalah hak atas tanah baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar, dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Negara. Sedangkan syarat sahnya jual beli hak atas tanah untuk kepentinganpendaftaran pemindahan haknya ada dua yaitu:
1.       Syarat materil: pemegang hak atas tanah berhak dan berwewenang leleang hak ats tanah, dan pembeli lelang harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas tanah yang menjadi objek lelang.
2.     Syarat formal: dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka lelang hak atas tanah harus di buktikan dengan Berita Acara atau risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang.
Tahapan-tahapan dalam pendaftaran pemindahan hak atas tanah melalui kantor pertanahan Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
1.         Permintaan surat pendaftaran tanah.
2.         Pelaksanaan lelang hak atas tanah.
3.         Permohonan pendaftaran pemindahan hak melalui lelang.
4.         Pencatatan pemindahan hak melalui lelang.
5.         Penyerahan sertifikat.



















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Peralihan Hak atas tanah adalah sesuatu hal yang menyebabkan Hak atas tanah berpindah atau beralih dari seseorang atau badan Hukum kepada orang lain atau badan Hukum. Dasar hukumnya didalam UUPA yaitu dalam pasal 20 ayat (2).
2.   Syarat-syarat bagi masih berlakunya untuk sementara peraturan-peraturan yang bersangkutan adalah:
Pertama : UUPA menghendaki suatu soal diatur dalam peraturan pelaksanaan. Selama peraturan pelaksanaan itu belum ada, yang berlaku adalah peraturan yang lama
Kedua : jika syarat pertama di penuhi, masih perlu diuji apakah isinya tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan UUPA
Ketiga :   Jika kedua syarat dipenuhi, apabila perlu peraturan yang lama itu dapat diberi tafsir yang sesuai dengan jiwa ketentuan-ketentuan UUP
3.     Peralihan hak melalui jual beli, lelang, hibah dan wakaf adalah pelalihan hak atas tanah karena adanya perbuatan hukum, oleh karena itu harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT, sedangkan peralihan hak melalui pewarisan merupakan peralihan hak karena adanya peristiwa hukum.



DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Budi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Penerbit Djambatan.
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, 2004, Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana
Perangin, Effendi, 1991, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta : CV.Rajawali
Dr. ridwan, 2010, Pemilikan Rakyat dan Negara Atas Tanah,  Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Santoso, Urip, 2012, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
……….., 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana











[1] Budi Harsono,  Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan, 2008,hal 145.
[2] Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012,hal 92 – 93.
[3] Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012,hal 93 - 94

[4] Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan, 2008,hal 142 – 143.
[5] Effendi Parangin, ,HUkum Agraria di Indonesia, Jakarta : rajawali,1991, hal. 3 dan 7
[6] Urip Santoso, Pendaftara dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta:Kencana, 2010, hal. 65-66
[7] Ridwan, Pemilikan Rakyat dan Negara Atas Tanah, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2010, hal. 304
[8] Effendi Parangin, ,HUkum Agraria di Indonesia, Jakarta : rajawali,1991, hal. 35
[9] Supriadi, Hukum Agraria, 138
[10] Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar grafika, Jakarta, 2007, hlm. 101

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments