Update

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Koperasi adalah suatu kumpulan...

Cara Membuat Laman “About Me” di Blogspot

May 31, 2017 0
 Cara Membuat Laman “About Me” di Blogspot




Silahkan perhatikan cara berikut ini :

1. Silahkan login dahulu ke blogger yang anda punya.

2. Setelah login, klik menu “Laman” yang ada di sebelah kiri





3. Setelah di klik, silahkan klik menu “Laman Baru” seperti gambar dibawah ini.



 

4. Setelah di klik kita akan di arahkan ke sebuah page, beda halnya dengan post. Di halaman  ini kita hanya akan membuat ulasan terkait isi dari “About Me”. Jangan lupa di page setting atur sesuai gambar agar orang lain tidak dapat berkomentar di About Me. Lalu klik “Publish/Publikasikan”.



5. Maka kemudian tinggal kita atur di “Tata Letak” kemudian pilih edit laman. Seperti gambar dibawah ini.
 
 
6. kemudian centang kolom “About Us” dan tekan “Simpan”.





7. Setelah itu tinggal kita pilih “Simpan Setelan” dan untuk melihat hasilnya pilih “Pratinjau”.




8. Kemudian tinggal kita lihat hasil akhirnya seperti gambar dibawah ini.

 
 
Macam - macam Alat Bukti Hukum Acara Peradilan Agama

Macam - macam Alat Bukti Hukum Acara Peradilan Agama

May 30, 2017 0


Macam-Macam Alat Bukti Dalam Hukum Acara Peradilan Agama 

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Dalam suatu proses beracara di pengadilan, salah satu tugas hakim adalah untuk menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya antara pihak yang berperkara. Hubungan hukum inilah yang harus dibuktikan kebenarannya di depan sidang pengadilan. Pada prinsipnya, yang harus dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang kebenarannya di bantah oleh pihak lain. Pihak penggugat diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk membuktikan kebenaran dalil gugatannya. Setelah itu, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran dalil sangkalannya.
Untuk membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak yang bersengketa diperlukan alat bukti. Alat bukti apa saja yang harus dibuktikan, untuk itu selanjutnya akan dibahas pada pembahasan di bawah ini.
1.2    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang hendak diuraikan dalam makalah ini adalah:
1.2.1   Apasaja yang bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam hukum acara peradilan agama?
1.2.2   Bagaimana jika dalam persidangan hanya menggunakan satu orang keterangan saksi?
1.3    Tujuan Dan Kegunaan Penulisan
Dengan rumusan-rumusan tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun adalah:
1.3.1   Untuk mengetahui apasaja yang bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam hukum acara peradilan agama.
1.3.2   Untuk mengetahui bagaimana jika dalam persidangan hanya menggunakan satu orang keterangan saksi.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Macam-macam Alat Bukti
Alat bukti adalah alat-alat atau upaya yang bisa dipergunakan oleh pihak-pihak yang berperkara di muka sidang pengadilan untuk meyakinkan hakim akan kebenaran tuntutan atau bantahannya.[1] Alat bukti yang diakui oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 R.Bg, dan Pasal 1866 KUH Perdata, sebagai berikut:
a.    Alat bukti surat
b.    Alat bukti saksi
c.    Alat bukti persangkaan
d.    Alat bukti pengakuan
e.    Alat bukti sumpah
f.     Pemeriksaan di tempat
g.    Saksi ahli
2.2         Bukti Surat
Adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Dalam hukum acara perdata dikenal 3 (tiga) macam surat, sebagai berikut:
a.   Surat Biasa, yaitu surat yang dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan alat bukti. Yang termasuk surat biasa adalah surat-surat yang berhubungan dengan korespondensi dan lain-lain.
b.   Akta Otentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang. Misalnya, Kutipan Akta Nikah, Akta Kelahiran, Akta Cerai, dan lain-lain.
c.     Akta di bawah tangan, yaitu akta yang tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.
2.3         Bukti Saksi
Adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang,dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.[2]
Syarat-syarat saksi yang diajukan dalam pemeriksaan persidangan adalah, sebagai berikut:
a.       Saksi sebelum memberikan keterangan disumpah menurut agamanya.
b.      Yang dapat diterangkan saksi adalah apa yang dilihat, didengar, diketahui dan dialami sendiri.
c.       Kesaksian harus diberikan di depan persidangan dan diucapkan secara pribadi.
d.       Saksi harus dapat menerangkan sebab-sebab sampai dapat memberikan keterangan.
e.    Saksi tidak dapat memberikan keterangan yang berupa pendapat, kesimpulan, dan perkiraan dari saksi.
f.        Kesaksian dari orang lain bukan merupakan alat bukti.
g.   Keterangan satu orang saksi saja bukan merupakan alat bukti. Satu saksi harus didukung dengan alat bukti lainnya.
Yang tidak dapat dijadikan saksi adalah sebagai berikut:[3]
a)      Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak.
b)       Suami atau istri salah satu pihak meskiput telah bercerai.
c)      Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka telah berumur 15 tahun.
d)      Orang gila walaupun kadang-kadang inggatannya terang.
2.4         Bukti Persangkaan
Adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dikenal atau dianggap terbukti kearah  suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik yang berdasarkan undang-undang atau kesimpulan yang ditarik oleh hakim.
Persangkaan dapat dibagi menjadi dua macam sebagaimana berikut:[4]
a.    Persangkaan Undang-undang
Persangkaan undang-undang adalah suatu peristiwa yang oleh undang-undang disimpulkan terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal pembayaran sewa maka dengan adanya bukti pembayaran selama tiga kali berturut-turut membuktikan bahwa angsuran tersebut telah dibayar.
b.    Persangkaan Hakim
Yaitu suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan peristiwa lain. Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan perselisihan yang terus-menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya. Penggugat hanya mengajukan saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun. Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan rukun hidup berpisah dan hidup sendiri bertahun-tahun.
2.5         Bukti Pengakuan
Adalah pernyataan seseorang tentang drinya sendiri, bersifat sepihak dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain.
Pengakuan ada dua macam, sebagai berikut:[5]
a.     Pengakuan di depan sidang
Adalah pengakuan pengakuan yang diberikan oleh salah satu pihak dengan membenarkan/mengakui seluruhnya atau sebagian saja. Pengakuan di depan sidang merupakan pembuktian yang sempurna.
b.     Pengakuan diluar sidang
Pengakuan di luar baik secara tertulis maupun lisan kekuatan pembuktiannya bebas tergantung pada penilaian hakim yang memeriksa. Pengakuan di luar sidang secara tertulis tidak perlu pembuktian tentang pengakuannya. Pengakuan di luar sidang secara lisan memerlukan pembuktian atas pengakuan tersebut.
2.6         Bukti Sumpah
Adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.
Ada 3 macam sumpah sebagai alat bukti, yaitu:
a.    Sumpah Supletoir atau sumpah pelengkap yaitu sumpah yang dibebankan oleh hakim kepada para pihak untuk melengkapi dan menambah pembuktian.[6]
b.   Sumpah Decisoir atau sumpah pemutus adalah sumpah yang dibebankan oleh salah satu pihak kepada pihak lawannya.[7]
c.   Sumpah Aestimatoir atau yaitu sumpah yang dibebankan hakim kepada penggugat untuk menentukan jumlah kerugian.[8]
2.7         Pemeriksaan Di Tempat
Adalah pemeriksaan mengenai perkara, oleh hakim karena jabatannya, yang dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang menjadi sengketa.
Pemeriksaan di tempat dilakukan dengan pergi ketempat barang yang menjadi objek perkara, yang tidak dapat dibawa ke persidangan, misalnya keadaan perkarangan bangunan. Pemeriksaan ditempat dilakukan oleh hakim dengan dibantu oleh panitra. Tujuan pemeriksaan setempat ialah agar hakim memperoleh gambaran yang jelas tentang peristiwa yang menjadi sengketa.
2.8         Keterangan Saksi Ahli
Adalah keterangan pihak ketiga yang obyektif yang bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri.




BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan dihubungkan dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa:
3.1  Alat bukti yang diakui oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 R.Bg, dan Pasal 1866 KUH Perdata, sebagai berikut: Alat bukti surat; Alat bukti saksi; Alat bukti persangkaan; Alat bukti pengakuan; Alat bukti sumpah; Pemeriksaan di tempat; Saksi ahli; Pembukuan; dan Pengetahuan hakim.
3.2  Berkaitan dengan keterangan satu orang saksi pasal 169 HIR/306R.Bg menyebutkan bahwa keterangan seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu keterangan alat bukti lain tidak dapat dipercayai didalam hukum. Jadi, tanpa disertai alat bukti yang mendukung keterangan satu orang saksi tersebut maka keterangan saksi tersebut bukan merupakan alat bukti.











DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan. 2005. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana.
Abdullah Tri Wahyudi. 2014. Hukum Acara Peradilan Agama, Bandung: Mandar Maju.
M. Fauzan. 2005. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, Jakarta: Kencana.
Mardani. 2009. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah, Jakarta: Sinar Grafika.
Mukti Arto. 2004. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.


[1] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Hal. 164.
[2] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Hal. 165.
[3] Pasal 145 ayat (1) HIR.
[4] Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2014), Hal. 191.
[5] Ibid. Hal. 192.
[6] Ibid. Hal. 193.
[7] Ibid. Hal. 193.
[8] Pasal 155 ayat (2) HIR.