Update

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Koperasi adalah suatu kumpulan...

Hadis Tentang Pembunuhan Yang Tidak Diancam Hukuman Qisas

May 15, 2017


Hadis Tentang Pembunuhan Yang Tidak Diancam Hukuman Qisas
 

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang.[1] Pembunuhan adalah merupakan salah satu dari tujuh macam dosa  yang paling besar, dan dosa pembunuhan yang paling besar sesudah dosa kafir.[2] Perbuatan-perbuatan seperti itu akan merugikan diri sendiri baik di dunia maupun di akhirat. Hukuman-hukuman yang pantas untuk orang-orang tersebut haruslah yang bisa membuat dia jera dan tidak mau mengulangi kesalahan-kesalah yang diperbuatnya.
Islam menempat tindakan pidana pembunuhan sejajar dengan tujuh macam dosa besar. Menghilangkan nyawa seseorang tanpa alasan agama yang sah sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia. Islam menempatkan jiwa sesudah agama, sebagai hak asasi untuk dibela, dijaga dan dihormati. Untuk menghargai dan menghormati betapa penting hak hidup sehingga dalam hukum Islam memberikan sanksi pidana kepada pembunuh dengan hukuman mati. Hukuman terhadap pelaku kejahatan pembunuhan dikenal dengan qishash.[3] Namun dalam Islam hukuman qishash bagi pelaku pembunuhan tidak dapat diterapkan apabila tidak memenuhi unsur-unsur tertentu.
1.2    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang hendak diuraikan dalam makalah ini adalah:
  1. Apa pengertian dari qishash?
  2. Bagaimanakah unsur-unsur pembunuhan yang tidak diancam dengan hukuman qishash?
  3. Bagaimanakah bunyi hadis yang menyatakan tentang seorang pembunuh yang tidak diancam hukuman qishash?
1.3    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan rumusan-rumusan tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui pengertian dari qishash.
  2. Untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur pembunuhan yang tidak diancam dengan hukuman qishash.
  3. Untuk mengetahui bagaimana bunyi hadis yang menyatakan tentang seorang pembunuh yang tidak diancam hukuman qishash.


PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Qishash
Qishash berasal dari bahasa Arab dari kata قِصَا صُ adalah salah satu dari pembagian hukuman yang tergolong jarimah (kriminal). Secara definitive, qishaah adalah hukuman bagi sipelaku pidana sesuai dengan perbuatannya menghilangkan jiwa manusia, atau anggota badan dari bagian anggota badan mereka.[4]
Sedangkan Syaikh Prof.DR. Shâlih bin Fauzân - hafizhahullâh- mendefiniskannya dengan: ‘al-Qishâsh adalah perbuatan (pembalasan) korban atau walinya terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti perbuatan pelaku tadi.[5]
Dapat disimpulkan Qishâsh adalah melakukan pembalasan yang sama atau serupa, seperti istilah “hutang nyawa dibayar nyawa”.
2.2    Syarat-syarat Qishash
  1. Pembunuh sudah balig dan berakal (mukallaf). Tidak wajib qisas bagi anak kecil atau orang gila, sebab Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan: ‘Tidak ada perbedaan pendapat di antara para Ulama bahwa tidak ada qishâsh terhadap anak kecil dan orang gila. Demikian juga orang yang hilang akal dengan sebab udzur, seperti tidur dan pingsan.[6]
  2. Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qisas bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qisas bila anak membunuh bapaknya.
  3. Orang yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.
  4. Qisas dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
  5. Qisas itu dilakukan dengan jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
  6. Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina muhsan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadis Rasulullah: ‘Tidaklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (Hr. Tirmidzi dan Nasa’i)
2.3    Hadits Pembunuh yang Tidak Diancam Qishash

عَنْ‏عُمَرَبْنِ‏الْخَطَّابِ‏رَضِيَ‏اللّٰهُ‏عَنْهُ‏قَالَ‏: سَمِعْتُ‏ رَسُوْلَ‏اللّٰهِ‏صَلَّى‏اللّٰهُ‏عَلَيْهِ‏ وَسَلَّمَ ‏يَقُوْلُ‏: لَايُقَادُ‏الْوَالِدُ ‏بِالْوَلَدْ۰‏رَوَاﻩُ‏‏أَحْمَدُ‏ وَالتِّرْمِذِيُّ‏ وَابْنُ‏مَاجَهْ‏وَصَحَّحَهُ‏ ابْنُ‏الْجَارُوْدِ‏وَالْبَيْهَقِيُّ، ‏وَقَالَ‏التِّرْمِذِيُّ: إِنَّهُ ‏مُضْطَرِبٌ۰
Dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang ayah tidak dituntut karena membunuh anaknya. ”(HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Ibnu Al-Jarud dan Al-Baihaqi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini mudhtharib).[7]

عَنْ أَبي جُحَيْفَةَ قالَ: قُلْتُ لِعَليَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شيءٌ مِنَ الْوَحْي غَيْرَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: لا، والّذِي فَلَقَ الحَبّةَ وَبَرَأَ النّسَمَةَ، إلا فَهْماً يُعْطِيهِ اللَّهُ تَعَالَى رَجُلاً في الْقُرآنِ ،وَمَا في هذِهِ الصَّحِيفَةِ؟ قَالَ: الْعَقْلُ وَفِكاكُ الأسِير، وَأَنْ لا يُقْتَلَ مُسْلِمٌ بِكافِرٍ" رَوَاهُ الْبُخاريُّ.
Dari Abu Juhaifah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Ali, ‘Adakah padamu sesuatu dari wahyu selain Al-Qur’an?’ Ia menjawab, “Tidak. Demi Rabb yang menumbuhkan bijian dan menciptakan makhluk, kecuali pemahaman yang dianugerahkan Allah kepada seseorang dalam memahami Al-Qur’an.” Aku bertanya, ‘Apa yang terdapat dalam lembaran ini?’Ia berkata,”Denda bunuh [diyat], membebaskan tawanan, dan orang muslim tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir.” (HR. Al-Bukhari)[8]

وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ والنّسَائي مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنْ عَليٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْه وَقَالَ فِيهِ: "المؤمِنُونَ تَتَكافأُ دِمَاؤُهُمْ، وَيَسْعَى بِذِمّتِهِمْ أَدْناهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلى مَنْ سِوَاهُمْ، وَلا يُقْتَلُ مُؤمِنٌ بِكافِرٍ، ولا ذُو عَهْدٍ في عَهْدِهِ. وَصَحّحَهُ الحاكِمُ.
Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i, meriwayatkan dari jalan lain bahwa Ali Radhiyallahu Anhu berkata, “orang mukmin itu sama hak darahnya, orang yang terpandang rendah diantara mereka boleh melakukan sesuatu atas tanggungan mereka; mereka bagaikan satu tangan melawan orang lain; orang mukmin tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir, demikian pula orang kafir yang masih terikat dengan perjanjiannya (ia tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir).” (Hadits shahih menurut  Al-Hakim)[9]
2.4    Kualitas Hadits
Sanad hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi ini, terdapat Al-Hajjaj bin Arthah, bentuk idhthirabnya: ‘Ulama berbeda pendapat terhadap rawi Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya. Ada yang berpendapat: dari Umar, inilah yang disebut dengan meriwayatkan dari kitab (catatan). Ada yang berpendapat: dari Suraqah. Ada yang berpendapat: tidak ada perantara dalam menerima hadits ini, namun ada rawi yang bernama Al-Mutsanna bin Ash-Shabah yang dikenal dha’if. At-Tirmidzi berkata, “ Diriwayatkan dari Amr bin Syu’aib secara mursal, hadits ini ada, idhthirabnya, dan dijadikan dasar pengamalan oleh pakar ilmu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dan menurut Ibnu Al-Jarud dan Al-Baihaqi Hadits “Seorang ayah tidak dituntut karena membunuh anaknya” dinyatakan shahih.
2.5    Asbabul Wurud
Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Yahya bin Sa’id  dan Amr bin Syuaib bahwa seorang lelaki dari kabilah Bani Mudlaj, Qatadah namanya, telah memukul anaknya dengan sebilah pedang sehingga mengenai betisnya. Maka kami melihat lukanya, kemudian ia mati. Kemudian menghadaplah Suraqah bin Ja’tsham kepada Umar bin al-Khattab ra., lalu diceritakan peristiwa itu kepadanya.
Umar ra. Lalu berkata kepadanya, “Seandaikanlah pada air sejumlah seratus dua puluh ekor unta sampai saya datang kepadamu.” Tatkala Umar datang diambillah olehnya dari unta-unta itu sebanyak tiga puluh ekor unta hilqah, tiga puluh ekor unta muda dan empat puluh ekor unta berumur satu tahun. Kemudian ia pun berkata, “Manakah saudara si terbunuh itu?” Maka saudaranya pun menjawab, “Saya.” Maka berkatalah Umar ra., “Ambillah unta-unta itu. Karena Rasulullah Saw. Telah bersabda: “Pembunuh itu tidak memperoleh sesuatu pun (dari harta warisan).”[10]
2.6    Kandungan Hukum Hadits
Hadits ini merupakan dalil bahwa bapak tidak diqishash apabila membunuh anaknya. Namun dalam masalah tersebut ada Jumhur shahabat dan yang lainnya seperti Al-Hadawiyyah, Al-Hanafiyyah, Ash-Syafi’iyyah, Ahmad dan Ishaq berpendapat tidak diqishash secara mutlak bapak yang membunuh anaknya berdasarkan hadits ini, mereka berkata, “ Karena bapak penyebab keberadaan anak, maka anak tidak bisa menjadi penyebab hilangnya nyawa bapak.”
Umar juga memutuskan hal serupa pada kasus Al-Madlaji, lalu mewajibkan bapak membayar diyat serta tidak mendapatkan bagian dari harta diyat itu, dan berkata, “Seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan bagian sesuatu apapun , maka ia tidak berhak mendapatkan warisan berdasarkan ijma’ ulama, dan jumhur ulama menambahkan juga dari harta-harta lainnya. Seorang kakek dan ibu sama kedudukannya dengan bapak menurut jumhur ulama dalam gugurnya hukuman qishash.
Hadits ini mencakup beberapa masalah:[11]
Pertama: Al-‘Aql, yaitu diyat, akan dijelaskan penetapannya.
Kedua: membahas tawanan, yaitu hukum yang berkaitan dengan membebaskan tawanan dari tangan musuh, ada beberapa hadits yang menganjurkan akan hal tersebut.
Ketiga: seorang muslim tidak diqishash apabila membunuh orang kafir. Inilah pendapat jumhur ulama, demikian pula orang kafir yang masih terikat dengan perjanjiannya (ia tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir), orang yang masih terikat perjanjian itu adalah seseorang yang berasal dari Dar Al-Harb (daerah yang memerangi kaum muslimin) yang masuk kedaerah Islam setelah mendapatkan jaminan keamanan, maka haram hukumnya membunuhnya sampai ia kembali kedaerahnya, seandainya ia dibunuh oleh orang Islam.
Al-Hanafiyyah berkata, “Orang Islam diqishash jika membunuh orang kafir dzimmi tanpa sebab yang hak, dan tidak diqishash apabila membunuh orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan; berdasarkan hadits, “Demikian pula orang kafir yang masih terikat dengan perjanjiannya (ia tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir),” masih ada hubungan dengan sabda Nabi: ”Mukmin” maka kalimat yang kedua harus ditentukan sebagaimana kalimat yang pertama, maka kalimatnya adalah demikian juga orang kafir yang masih terikat perjanjiannya tidak diqishash apabila membunuh orang kafir, dan juga harus menentukan maksud orang kafir dengan menghubungkan dengan lafazh harbi; karena dzimmi diqishash apabila membunuh kafir dzimmi dan juga orang muslim.
Makna sabda Nabi: “Orang yang terpandang rendah diantara mereka boleh melakukan sesuatu atas tanggungan mereka” apabila seorang muslim memberikan jaminan keamanan kepada kafir harbi sama halnya seluruh kaum muslimin memberikan jaminan keamanan kepadanya, walaupun yang memberikan jaminan itu seorang wanita sebagaimana kisah Ummu Hani’. Akan tetapi, disyaratkan si pemberi keamanan itu mukallaf (melakukan syari’at dengan merdeka) sama halnya kaum muslimin memberikan jaminan keamanan; maka tidak boleh dilanggar. Sabda Nabi, ”Mereka bagaikan satu tangan melawan orang lain” yaitu mereka bersatu melawan musuhnya dan tidak boleh memisahkan diri dari mereka, bahkan mereka saling tolong menolong melawan musuh-musuh Islam yang diibaratkan seperti satu tangan dan perbuatan mereka merupakan implementasi dari semuannya.[12]




PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
3.1.1 Qishash berasal dari bahasa Arab dari kata قِصَا صُ yang berarti mencari jejak seperti al-Qashâsh. Sedangkan dalam istilah hukum Islam berarti pelaku kejahatan dibalas seperti perbuatannya, apabila membunuh maka dibalas dengan dibunuh dan bila memotong anggota tubuh maka dipotong juga anggota tubuhnya.
3.1.2   Unsur-unsur pembunuhan yang tidak diancam dengan hukuman qishash antara lain adalah:
a. Anak kecil yang belum cukup usia (belum balig).
b. Gila atau hilang akal.
c. Terpaksa atau dalam paksaan.
d. Pembunuh bukan orang tua dari si terbunuh.
e. Pembunuhan terhadap orang yang dihalalkan darahnya, seperti orang kafir harbi dan pezina yang telah menikah.
f. Pemaafan atau perdamaian.
3.1.3  Berikut ini adalah bunyi hadis tentang pembunuh yang tidak diancam dengan hukuman qishash:
عَنْ‏عُمَرَبْنِ‏الْخَطَّابِ‏رَضِيَ‏اللّٰهُ‏عَنْهُ‏قَالَ‏: سَمِعْتُ‏ رَسُوْلَ‏اللّٰهِ ‏صَلَّى‏اللّٰهُ‏ عَلَيْهِ‏ وَسَلَّمَ ‏يَقُوْلُ‏:لَايُقَا دُ‏الْوَالِدُ ‏بِالْوَلَدْ۰‏رَوَاﻩُ‏‏أَحْمَدُ ‏وَالتِّرْمِذِيُّ‏ وَابْنُ‏مَاجَهْ‏وَصَحَّحَهُ‏ ابْنُ‏الْجَارُوْدِ‏وَالْبَيْهَقِيُّ،وَقَالَ ‏التِّرْمِذِيُّ: إِنَّهُ ‏مُضْطَرِبٌ۰
Dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang ayah tidak dituntut karena membunuh anaknya. ”(HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Ibnu Al-Jarud dan Al-Baihaqi. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini mudhtharib).
عَنْ أَبي جُحَيْفَةَ قالَ: قُلْتُ لِعَليَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شيءٌ مِنَ الْوَحْي غَيْرَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: لا، والّذِي فَلَقَ الحَبّةَ وَبَرَأَ النّسَمَةَ، إلا فَهْماً يُعْطِيهِ اللَّهُ تَعَالَى رَجُلاً في الْقُرآنِ ،وَمَا في هذِهِ الصَّحِيفَةِ؟ قَالَ: الْعَقْلُ وَفِكاكُ الأسِير، وَأَنْ لا يُقْتَلَ مُسْلِمٌ بِكافِرٍ" رَوَاهُ الْبُخاريُّ.
Dari Abu Juhaifah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Ali, ‘Adakah padamu sesuatu dari wahyu selain Al-Qur’an?’ Ia menjawab, “Tidak. Demi Rabb yang menumbuhkan bijian dan menciptakan makhluk, kecuali pemahaman yang dianugerahkan Allah kepada seseorang dalam memahami Al-Qur’an.” Aku bertanya, ‘Apa yang terdapat dalam lembaran ini?’Ia berkata,”Denda bunuh [diyat], membebaskan tawanan, dan orang muslim tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir.” (HR. Al-Bukhari)
وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ والنّسَائي مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنْ عَليٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْه وَقَالَ فِيهِ: "المؤمِنُونَ تَتَكافأُ دِمَاؤُهُمْ، وَيَسْعَى بِذِمّتِهِمْ أَدْناهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلى مَنْ سِوَاهُمْ، وَلا يُقْتَلُ مُؤمِنٌ بِكافِرٍ، ولا ذُو عَهْدٍ في عَهْدِهِ. وَصَحّحَهُ الحاكِمُ.
Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i, meriwayatkan dari jalan lain bahwa Ali Radhiyallahu Anhu berkata, “orang mukmin itu sama hak darahnya, orang yang terpandang rendah diantara mereka boleh melakukan sesuatu atas tanggungan mereka; mereka bagaikan satu tangan melawan orang lain; orang mukmin tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir, demikian pula orang kafir yang masih terikat dengan perjanjiannya (ia tidak boleh bunuh karena membunuh orang kafir).” (Hadits shahih menurut  Al-Hakim)
3.2    Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Abd al-rahman al-jaziri. tt. Kitab al-fiqh ala majahib al-arba’ah, Juz V. Beirut, Libanon: Dar al-fikr.
Haliman. 1971. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah. Jakarta: Bulan Bintang.
K.H. Kahar Masykur. 1992. Terjemah Bulughul Maram, Jilid 2. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani. 2009. Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Jilid 3. Jakarta Timur: Darus Sunnah Press.
Shâlih bin Fauzân al-Fauzân. 1426 H. Al-Mulakhash al-Fiqh, Cetakan ke-2. Jam’iyah Ihyâ’ at-Turâts al-Islâmi.
Syekh Al Hafiedh. 1993. Terjemah Bulughul Maram. Surabaya: Al-Ikhlas.
Wahbah Zuhali. 1989. al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, Juz VI. Demaskus: Dar al Fikr.
Drs. Imam Ghozali Said MA. 1995. Terjemah Bidayatul Mujtahid, Jilid 5. Jakarta: Pustaka Amani.



[1] Wahbah Zuhali. al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, Juz VI. (Demaskus: Dar al Fikr, 1989). Halaman. 217.
[2] Haliman. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971). Halaman. 275
[3] Haliman. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971). Halaman. 275
[4] Abd al-rahman al-jaziri, kitab al-fiqh ala majahib al-arba’ah Juz V, (Beirut, libanon: dar al-fkr, tt.)h. 244.
[5] Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, Al-Mulakhash al-Fiqh, Cetakan ke-2, (Jam’iyah Ihyâ’ at-Turâts al-Islâmi, 1426 H). Halaman. 476
[6] Imam Ibnu Qudâmah, al-Mughni, tahqîq ‘Abdullâh bin ‘Abdilmuhsin at-Turki, cetakan ke-2 tahun 1413 H. penerbit Hajar. 11/481.
[7] Syekh Al Hafiedh, Terjemah Bulughul Maram, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993). Halaman. 758.
[8] Syekh Al Hafiedh, Terjemah Bulughul Maram, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993). Halaman. 758 – 759.
[9] Syekh Al Hafiedh, Terjemah Bulughul Maram, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993). Halaman. 759.
[10] Drs. Imam Ghozali Said M.A, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Jilid 5. (Jakarta: Pustaka Amani, 1995). Halaman. 147 – 148.

[11] Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Jilid 3. (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2009). Halaman. 445

[12] Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Jilid 3. (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2009). Halaman. 446.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

2 comments

Write comments
Unknown
AUTHOR
July 7, 2021 at 6:26 AM delete

Bola Tangkas merupakan permainan yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Permainan ini menggunakan alat mesin dan banyak peminatnya setiap waktu.

Permainan Bola Tangkas ini merupakan permainan yang menggunakan kartu POKER. Namun Anda jangan salah mengira bahwa permainan ini sama dengan permainan Poker Online.

Untuk permainan ini punya perbedaan sendiri, yaitu pada bagian cara penaruhan kartunya. Sedangkan di POKER ONLINE biasanya akan ditaruh di meja namun Bola Tangkas ditampilkan dilayar sebuah mesin SLOT.

Begitu banyak BONUS yang bisa Anda dapatkan dengan cara memainkan permainan ini :
- Royal Flush
- 5 Of A Kind
- Straight Flush
- 4 Of A Kind
- Full House
- Straight
- Flush
- 3 Of A Kind
- 2 Pair
- Ace Pair

Dengan minimal Deposit Rp 50.000 saja sudah dapat memainkan permainan BOLA TANGKAS di BOLAVITA.

Bolavita juga bekerja sama dengan Bank ternama Indonesia. Guna mempermudah Anda untuk bertransaksi.

Yuk gabung sekarang dan jadilah Pemenang Jackpot di BOLAVITA !!

Hubungi kami di sini :
WA / TELEGRAM : +628122222995

#Bolavita #bolavitajackpot #bolatangkas #tangkasnet #betting #bettingonline #situsjuditerpercaya #agenjuditerpercaya #livestreaming #taruhanonline #pokerindonesia #tangkasindonesia

Reply
avatar