Jenis Tindak Pidana Dan Unsur Pidana
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti
yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Prof. Moeljatno, SH, yang
berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau
yakni perbuatan pidana adalah:[1] “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan
mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut.”
Jadi
berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak pidana yang
dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan
suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau
perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana
yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau
sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang
menimbulkan kejadian tersebut.
Dalam hal ini maka terhadap setiap orang yang melanggar
aturan-aturan hukum yang berlaku, maka orang tersebut disebut sebagai pelaku
perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Dengan begitu, aturan atau larangan
dan ancaman mempunyai hubungan yang erat, sehingga antara kejadian dengan orang
yang menimbulkan kejadian juga mempunyai hubungan yang erat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang hendak diuraikan dalam makalah ini adalah:
1.2.1 Apasajakah
yang meliputi unsur-unsur tindak pidana?
1.2.2 Bagaimanakah
cara mengetahui jenis-jenis tindak pidana?
1.3 Tujuan dan
Kegunaan Penulisan
Dengan
rumusan-rumusan tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun adalah
untuk mengetahui:
1.3.1 Untuk
mengetahui apasaja yang meliputi unsur-unsur tindak pidana.
1.3.2 Untuk
mengetahui jenis-jenis tindak pidana.
BAB II
2.1 Unsur-unsur
Tindak Pidana
Dalam menjabarkan suatu rumusan delik kedalam
unsur-unsurnya, maka akan dijumpai suatu perbuatan atau tindakan manusia,
dengan tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang
oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam
unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.
Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang
melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan
termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan di mana tindakan-tindakan
dari si pelaku itu harus di lakukan.[2]
2.1.1
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu
adalah:
a. Kesengajaan atau
ketidaksengajaan (dolus atau Culpa).
b. Maksud atau Voornemen pada
suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
c. Macam-macam maksud
atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.
d. Merencanakan terlebih
dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam
kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
e. Perasaan takut yang
antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308
KUHP.
2.1.2 Unsur-unsur objektif
dari sutau tindak pidana itu adalah:
a) Sifat melanggar hukum
atau wederrechtelicjkheid
b) Kualitas dari si
pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan
jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris
dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.
c) Kausalitas yakni
hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan
sebagai akibat.
Seorang ahli hukum
yaitu simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:[3]
a. Diancam dengan pidana
oleh hukum
b. Bertentangan dengan
hukum
c. Dilakukan oleh orang yang
bersalah
d. Orang itu dipandang
bertanggung jawab atas perbuatannya.
2.2 Jenis-jenis Tindak
Pidana
Tindak
pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu sebagai berikut:
1) Kejahatan dan Pelanggaran
Dalam WvS Belanda, terdapat pembagian tindak pidana antara
kejahan dan prlanggaran. Untuk yang pertama biasa disebur dengan rechtdelicten
dan untuk yang kedua disebut dengan wetsdelicten. (Simons 1992
: 138)
Disebut dengan rechtdelicten atau tindak
pidana hukum yang artinya yaitu sifat tercelanya itu tidak semata-mata pada
dimuatnya dalam UU melainkan memenag dasarnya telah melekat sifat terlarang
sebelum memuatnya dala rumusan tindak pidana dalam UU. Walaupun sebelum dimuat
dalam UU ada kejahatan mengandung sifat tercela (melawan hukum), yakni pada
masyarakat, jadi melawan hukum materiil, Sebaliknya wetsdelicten sifat
tercelanya itu suatu perbuatan itu terletak pada setelah dimuatnya sebagai
demikian dalam UU. Sumber tercelanya wetsdelicten adalah
undang-undang.[4]
Dasar pembedaan antara kejahatn dan pelanggaran yang
pasti jenis pelanggaran itu lebih ringan daripada kejahatan. Hal ini dapat
diketahui dalam ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan
pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan denda, sedangkan kejahatan lebih
didominasi dengana ancaman pidana penjara.
2) Delik formil dan delik mateeriil
Delik formula adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak membutuhkan dan memperhatikan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan yang sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian (Ps. 369) untuk selesainya pencurian bergantung pada selesainya perbuatan.Sebaliknya, tindak pidana materiil inti larangan adalah pada timbulnya akibat yang dilarang. Oleh karena itu siapa yang menimbulkan akibat dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. Misalnya pada pembunuhan (Ps 338), inti larangan adalah menghilangkan nyawa seseorang, dan bukan pada menenbak, membacok, atau memukul. Untuk selesainya perbuatan digantungkan pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya wujud perbuatan.
3) Delik dolus dan delik culpa
Tindak pidana sengaja (dolus) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Di samping tindak pidana yang tegas unsur kesengajaan itu dicantumkan dalm pasal, misalnya ps. 362 (maksud), 338 (sengaja), 480 ( yang diketahui).Sedangkan tindak pidana kelalaian (culpa) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culpa (lalai), kurang hati-hati dan tidak karena kesengajaan. Tindak pidana yang mengandung unsur culpa ini misalnya, Pasal 114, 359, 360.Dalam suatu rumusan tindak pidana tertentu adakalanya kesengajaan dan culpa dirumuskan secara bersamaan (ganda), maksudnya ialah dapat berwujud tindak pidana sengaja dan dapat culpa sebagai alternatifnya. Misalnya unsur “yang diketahui” atau “sepatutnya harus diduga” (ps 418, 480). Dilihat dari unsur kesalahnnya di sini, ada dua tindak pidana, yatiu yang satu adalah tindak pidana sengaja dan yang lain adalah tindak pidana culpa, yang ancamannya sama atau kedua tindak pidana ini dinilai sama beratnya.
4) Tindak Pidana aktif (Delik commisionis) dan Tindak Pidana Pasif
Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat.Berbeda dengan tindak pasif, dalam tindak pidana pasif ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani hukum untuk berbuat tertentu yang mewajibkan hukum untuk berbuat tertentu yang apabila ia tidak melakukan perbuatan itu, ia telah melanggar kewajiban hukumnya tadi.Tindak pidana pasif ada dua macam, yaitu tindak pidana pasif murni dan tindak pidana pasif tidak murni disebut dengan delicta commissionis per omissionem. Tindak pidana pasif murni adalah adalah tindak pidana yang secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya semata-mata unsurperbuatannya adalah berupa perbuatan pasif, misalnya pasal 224, 304, 522. Tindak pidana pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang pada dasarnya adalah tindak pidana positif tetapi dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, misalnya pada pembunuhan 338 tetapi jika akibat matinya itu disebabkan karena seseorang tidak berbuat sebagaimana kewajibannya.
5) Tindak Pidana Terjadi Seketika dan Tindak Pidana Berlangsung Terus
Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja disebut juga aflopende delicten Misalnya jika perbuatan itu selesai tindak pidana itu menjadi selesai secara sempurna. Sebaliknya tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan tiu dilakukan, tindak pidana itu berlangsung terus yang disebut juga dengan voortdurende delicten. Misalnya pada pasal 329,330, 331, 333, dan 334. Seperti pasal 333, perampasan kemerdekaan itu berlangsung, tidak selesai seketika, bahkan sangat lama, dan akan terhenti setelah korban dibebaskan.6) Tindak Pidana Khusus dan Tindak Pidana UmumTindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (buku II dan III KUHP). Sementara tindak pidana khusu adalah semua tindak pidana yang terdapat dalam luar yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya tindak pidana korupsi (UU No.31 th 1999), tindak pidana psikotropika (UU No. 5 th 1997), tindak pidana perbankan (UU no. 10/1998), tindak pidana narkotika (UU No. 22 Th. 1997).7) Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige dan gequalificeerde / geprevisilierde delicten)Delik yang ada pemberatannya, misal : penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal : penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP).8) Tindak Biasa dan Tindak Pidana AduanTindak pidana biasa yang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkanadanya pengaduan bagi yang berhak. Sebagian besar tindak pidana adalah tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini.Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata (ps. 72) atau keluarga tertentu dalam hal tertentu (ps. 73). Atau orang yang diberi kuasa khusus untuk pengaduan oleh yang berhak.
2.3 Subjek
Delik atau Pelaku Tindak Pidana
Delik mempunyai sifat melarang atau mengharuskan sesuatu
perbuatan tertentu dengan ancaman pidana kepada barang siapa melakukannya, dan
delik itu harus ditujukan kepada :
a) Memperkosa kepentingan hukum atau menusuk suatu
kepentingan hukum (krenkingsdelicten), seperti pembunuhan,
pencurian, dan sebagainya.
b) Membahayakan suatu
kepentingan hukum (gevaarzettingsdelicten), yang dibedakan menjadi
dua :
1. Concrete
gevaarzettingsdelicten, seperti
kejahatan membahayakan kepentingan umumbagi orang atau barang pasal 187,
pemalsuan surat pasal 263 KUHP yang menimbulkan suatu ketakutan atau
kemungkinan kerugian.
2. Abstracte
gevaarzettingsdelicten, seperti
dalam penghasutan, sumpah palsu dan sebagainya yang diatur dalam KUHP.
Hubungan antara sifat delik dan kepeningan hukum yang
dilindungi, maka yang menjadi subjek delik pada umumnya adalah manusia (een
natuurlijk persoon). VOS memberikan tiga alasan mengapa hanya manusia
yang dapat menjadi subjek delik, yaitu :
1) Terdapatnya rumusan yang dimulai dengan ”Hij Die...” didalam peraturan undang-undang pada umumnya, yang berarti tidak lain adalah manusia.2) Jenis pidana pokok hanya dapat dijalankan tidak lain daripada oleh manusia.3) Didalam hukum pidana berlaku asas kesalahan bagi seseorang pribadi. (Vos 1950 :36).
Perkmbangan di dalam undang-undang hukum pidana baru
ternyata badan hukum (rechtspersoon) dapat juga dipidana
dengan penetapan sebagai tindakan, dan dalam undang-undang fiscal dapat
dipidana badan hukum dengan reele executie atas harta
kekayaannya.[5]
BAB III
ANALISIS KASUS
3.1 Karena kealpaan (culpa)
A adalah seorang pengemudi truk. Pada suatu hari, A
mengemudikan truk dibantu dengan keneknya, mengangkut bahan bangunan berupa
4000 genteng, karena bak truk masih ada ruangan yang kosong, maka A bermaksud
mengambil lagi genteng di tempat lain untuk diangkutnya.
Dalam perjalanannya, truk yang dikemudikan A tersebut
harus melewati rel kereta api yang tidak ada pintu pengamannya, melainkan hanya
dipasang beberapa rambu, yang menunjukan adanya Rel Kereta Api tanpa pintu.
Beberapa puluh meter sebelum truk melintasi rel kereta api, A kurang
memperhatikan situasi kanan kiri dari rel tersebut. A baru sadar ketika kereta
api akan melintasi rel tersebut, setelah kenek truk berteriak-teriak ada kereta
api akan lewat.
Mendengar teriakan kenek tersebut, maka A berusaha
mempercepat jalannya truk yang akan melintasi kereta api tersebut. Akan tetapi,
karena truk berat muatannya, maka truk tidak bisa lari lebih cepat seperti yang
dikehendaki oleh A. Dari jarak ± 100 meter, masinis kereta api telah melihat
ada truk akan melintasi rel kereta api, ia telah membunyikan bel dan berusaha
mengurangi kecepatan lokomotifnya.
Tabrakan dan benturan antara kereta api dengan truk yang
dikemudikan A tidak dapat dihindarkan. Truk terbelah menjadi 2 (dua), cabin
dengan baknya. A dengan keneknya terlempar keluar dari truk dan menderita
luka-luka. Demikian pula masinis lokomotif menderita luka-luka terkena genteng
yang dimuat truk yang jatuh berterbangan dan berhamburan, sedangkan tutup mesin
lokomotifnya menjadi rusak berat.
Berdasarkan kronologis diatas, pertama : A dapat dijerat dengan : Pasal 360 ayat (2)
KUHP, yaitu
“Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit
sementara atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus
rupiah.”
Kedua A dapat dijerat dengan : Pasal 409 KUHP, yaitu
“Barangsiapa yang karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan bangunan-bangunan tersebut dalam pasal di atas dihancurkan,
dirusakkan atau dibuat tak dapat dipakai, diancam dengan pidana kurungan paling
lama satu bulan atau pidana denda paling banyak seribu lima ratus rupiah.
Dengan demikian A dapat dikatakan bersalah dan telah
melakukan kejahatan karena kealpaannya telah membuat orang lain terluka dan
membuat kereta api rusak.
3.2 Pembunhan berencana
A, B, dan C adalah teman akrab, pada suatu ketika terjadi
kesalah pahaman diantara mereka. C tanpa sengaja melontarkan kata-kata kasar
kepada A dan B. Karena merasa sakit hati atas ucapan si C, A dan B
(pelaku), berencana membunuh C (korban). Sebelum melakukan pembunuhan tersebut
A dan B mengadakan diskusi dirumah B dan mempersiapkan peralatan seperti,
pistol, sarung tangan, dan lain-lainnya yang akan digunakan membunuh C.
Setelah selesai mengadakan persiapan A dan B berangkat
menuju rumah C dengan mengendarai sepeda motor. Kedatangan A dan B disambut
baik oleh C karena mereka tadinya adalah teman. Kemudian C mempersilahkan Adan
B masuk, sesampainya diruang tamu A dan B langsung menghabisi C, A memukul
kepal C dengan karena C mencoba melawan akhirnya B langsung saja menembak
bagian dada si C. Karena kebetulan C tinggal sendirian sehingga aksi A dan B
dapat berjalan mulus sesuai rencana mereka. Setelaha diyakini C benar-benar
mati mereka berdua langsung saja meninggalkan mayatnya begitu saja dan mereka
kabur melarikan diri.
Pada peritiwa diatas melihat kronologis yang ada,
perbuatan tersebut termasuk tindak pidana pembunuhan yang mana perbuatan
tersebut dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan/merampas jiwa orang lain.
Oleh karena perbuatan pembunuhan tersebut tersusun dengan tertib dengan adanya
perencanaan terlebih dahulu maka pembunuhan tersebut bukan termasuk pembunuhan
biasa pasal 388 tetapi termasuk dalam pembunuhan berencana menghilangkan nyawa
orang lain dengan direncanakan lebih dulu, sesuai yang dijelaskan dalam KUHP
pasal 340 yang berbunyi :
Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih
dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan
berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya duapuluh tahun.
Jadi sesuai dengan pasal diatas maka pembunuhan yang dilakukan
oleh A dan B adalah merupakan tindak pidana pembunuhan berencana, Dikatakan
berencara karena sebelum A dan B membunuh korban dia merencarakan dengan
pikiran yang tenang jernih (masih normal). Disinilah dapat kita lihat terdapat
dua unsur pembunuhan pertama unsur disengaja melakukan tidak pidana pembunuhan
dan yang kedua unsur direncanakan terlebih dahulu.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan:
Dari pembahasan yang telah diuraikan dihubungkan dengan
pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka kami dapat menarik kesimpulan
bahwa:
4.1.1 Unsur-unsut
tindak pidana itu sendiri meliputi unsur Subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah
unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri
si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di
dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur
yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan di
mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan.
4.1.2 Dalam
membahas tindak pidana kita pasti menemukan beragam tindak pidana yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat baik itu sengaja maupun tidak sengaja. Tindak
pidana itu sendiri dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu yaitu sebagai
berikut : 1) Kejahatan dan Pelanggaran, 2) Delik formil dan delik mateeriil, 3)
Delik dolus dan delik culpa, 4) Tindak Pidana aktif (Delik commisionis) dan
Tindak Pidana Pasif, 5) Tindak Pidana Terjadi Seketika dan Tindak Pidana
Berlangsung Terus, 6) Tindak Pidana Khusus dan Tindak Pidana Umum, 7)Delik
sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige dan
gequalificeerde / geprevisilierde delicten), 8) Tindak Biasa dan Tindak Pidana
Aduan.
DAFTAR
PUSTAKA
Chazawi, Adami, S.H, Pelajaran
Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta, 2005
Lamintang, P.A.F, Dasar-dasar
Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997.
Moeljatno, Asas-asas
Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Poernomo,
Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992
[1] Moeljatno, Asas-asas Hukum
Pidana, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2009). hlm. 59.
[2] P.A.F.
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1997), hlm.193.
[4] Drs. Adami Chazawi, S.H, Pelajaran
Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), hlm. 122.
[5] Prof. DR. Bambang Poernomo,
S.H. Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1992), Hlm. 93-94.
EmoticonEmoticon