PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
وَلَوْأَنَّ أَهْلَ
الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَا هُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُونَ
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya. (QS Al-A’raf 96)
Di dalam ayat di atas sangat nyata
bagaimana Allah mengkaitkan antara perilaku penduduk negeri dengan gerak alam,
baik yang datang dari bawah atau bumi maupun dari atas alias langit. Allah
menjamin bahwa jika penduduk negeri beriman dan bertakwa niscaya Allah akan perintahkan
langit dan bumi untuk memberikan banyak keberkahan bagi penghuninya. Dan Allah
senantiasa menepati janjinya, tidak pernah mengingkari janjiNya.
Namun sebaliknya, Allah menyampaikan
ancaman bila penduduk negeri mendustakan ayat-ayat Allah, maka pastilah Allah
akan menyiksa mereka disebabkan perbuatan penghuninya.
Lalu mengapa di negeri berpenduduk
muslim terbanyak di dunia, yaitu Indonesia, terjadi bencana beruntun? Sungguh,
penulis khawatir jangan-jangan jumlah muslim di negeri ini memang sangat
banyak, namun benarkah kita berlaku jujur dalam pengakuan keimanan kita?
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah.
Sebagai berikut :
1.
Apa pengertian tentang Tuhan?
2.
Apa konsep dasar tentang makhluk?
3.
Bagaimana relasi antara Tuhan, alam dan manusia?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mempelajari pengertian tentang
Tuhan.
2.
Untuk mempelajari tentang konsep dasar makhluk.
3.
Untuk mempelajari tentang relasi antara Tuhan dengan manusia.
4.
Untuk mempelajari tentang relasi antara manusia dengan alam.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian tentang
Tuhan
A.
Tuhan berada di luar jangkauan pikiran dan akal
Seluruh alam
semesta yang tak terhingga terbentang di hadapan mata kita. Tetapi di balik
semuanya itu terdapat kekuatan Maha Gaib yang mendalangi semua ‘permainan’.
Bahkan orang-orang yang tidak percaya kepada kebenaran agama mereka tidak
menyangkal bahwa kekuatan Yang Maha Gaib itu memang ada. Tuhan tidak dapat
dibatasi waktu, Ia luhur dan mandir. Seluruh ciptaanNya mentaati perintahNya.
Namun Ia bukanlah pelakuNya. Ia tak berbentuk, Ia maha ada dan memelihara
segala sesuatu. Ia pencipta, tak bergerak, Maha Kuasa, Abadi, Penebus Dosa, Tak
Terpahamkan, Tak Terjangkaukan, Tanpa Awal, Kekal dan Ia adalah Kesadaran
murni. Ia Tak terkalahkan dan Gudang pengetahuan, Swadaya, Ia lautan kenikmatan
dan Ia Maha Ada. Ia merupakan perwujudan Sabda dan Nama-Nya memelihara segala
sesuatu.[1]
B.
Konsep Allah dalam paganisme
(penyembahan berhala) arab
Kata Allah adalah ‘kata fokus’ tertinggi dalam sistem Al-Qur’an,
yang nilai penting dan kedudukanNya tidak ada yang melebihinya. Secara umum,
sebuah nama, dalam arti sebuah kata adalah simbol dari sesuatu. Dalam dunia
arab pra islam, konsep Allah sudah memiliki makna dan arti, diantaranya:
1) Allah dalam konsepsi ini adalah
Pencipta dunia.
2) Dialah pemberi kehidupan terhadap
segala sesuatu.
3) Dialah satu-satunya yang memimpin
dengan sangat sungguh-sungguh.
4) Dialah objek dari apa yang kita
deskripsikan sebagai monotheisme (paham keTuhanan yang Maha Esa).
5) Akhirnya, Allah adalah penguasa
Ka’bah.[2]
C.
Siapakah Tuhan dan bagaimanakah hubungannya dengan kita
Tuhan Yang Maha Kuasa adalah
pencipta seluruh alam semesta. Ia menciptakan segala sesuatu dari diri-Nya
sendiri. Karena itulah, Ia adalah pencipta sejati. Ia merupakan keseluruhannya.
Sumber dari hakikat yang membentuk jiwa kita, itu disebut Tuhan. Bila kita
merupakan tetesan kesadaran, maka Ia adalah lautan kesadaran. Bila merupakan
seberkas sinar dari hakikat kesadaran, maka Ia adalah matahari dari hakikat
kesadaran itu. Jiwa penuh kasih, dan Tuhan adalah sumber dari segala kasih.[3]
D.
Bukti bahwa Allah Ada
Apabila kita hendak berbicara
tentang bukti-bukti material haruslah dimulai dengan makhluk. Dialah merupakan
bukti sepanjang siang dan malam berada dihadapan kita dan kita rasakan langsung
keberadaannya sebab hal hal tersebutlah yang kita geluti sehari-hari. Itu
adalah perkara yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Dengan demikian hanya
dengan menggunakan bahwa alam semesta telah diciptakan dan dipersiapkan bagi
kehidupan manusia sebelum manusia diciptakan. Allah berfirman dalam surat
Al-Baqarah 29: “Dia-lah yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi
untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit! Dan dia Maha mengetahui segala sesuatu”.[4]
2.2 Konsep dasar
makhluk
A.
Teori segala sesuatu
Sangat sukar untuk membangun sebuah
teori penyatuan segala sesuatu dengan lengkap yang merupakan tolok tunggal.
Maka sebagai gantinya, kita telah membuat kemajuan dengan menemukan teori-teori
secara parsial atau per bagian dari teori penyatuan. Teori tersebut menyatakan
sebuah batasan kawasan dari kejadian-kejadian dan mengabaikan pengaruh-pengaruh
lain atau memperkirakannya dengan angka-angka tertentu. Dapatkah benar-benar
ada sebuah teori penyatuan segala sesuatu. Akankah kita hanya memburu sebuah
fatamorgana. Jawaban atas pertanyaan ini terdapat tiga kemungkinan, yaitu:
a. Benar-benar ada sebuah teori
penyatuan yang lengkap, yang ditemukan pada suatu saat jika kita benar-benar
pandai.
b. Tidak terdapat teori tentang alam
semesta yang terakhir, hanya sebuah deretan teori yang menggambarkan alam
semesta yang lebih akurat.
c. Tidak terdapat teori tentang alam
semesta. Kejadian yang tidak dapat diprediksi di luar sebuah keberadaan
tertentu, namun terjadi dalam sebuah cara yang sekehendak dan acak.[5]
B. Teori penciptaan alam semesta
Dalam surat Al-Baqarah ayat 117
Allah SWT berfirman: “Pencipta langit dan bumi, bila Dia berkehendak atas
sesuatu. Dia mengatakan-Nya, Jadilah dan terjadilah ia”. Dalam model teori
ledakan Big Bang, apabila waktu nyata diinterpolasikan ke arah titik mula
kelahiran alam semesta, maka apapun dalilnya akan sampai pada suatu keadaan
kemanunggalan masif awal. Singularitas awal atau kemanunggalan awal adalah
suatu keadaan yang tak terhindarkan dari kenyataan alam semesta yang tidak
bergantung pada ada atau tidaknya pengamat dalam alam semesta. Teori fisiki
kuantum mula-mula muncul pada awal abad ke-20. Fisika kuantum berpendapat bahwa
gerak materi di dalam situasi atau pada tingkat kuantum tidak memiliki sifat
deterministik atau pasti seperti pada tingkat mekanik klasik, tetapi ia
memiliki sifat probabilistik atau kemungkinan-kemungkinanyang ada.[6]
C.
Beragam konsepsi tentang alam
semesta
Pada umumnya ada tiga macam konsepsi
tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam semesta, yaitu :
1) Ilmu pengetahuan yang didasarkan
pada dua hal yaitu teori dan eksperimen.
2) Filsafat yang didasarkan pada
prinsip yang jelas dan tidak dapat disangkal lagi oleh akal dan bersifat umum
dan konpherensif.
3) Agama yang didasarkan pada pemikiran
dan hujah. Dengan demikian konsepsi islam mengenai alam semesta bersifat
rasional dan filosofis. Selain konsepsi filosofis yaitu abadi dan komprehensif,
konsepsi religius tentang alam semesta tak seperti konsepsi ilmiah dan
filosofis murni, memiliki satu nilai lagi, yaitu menyucikan prinsip-prinsip
konsepsi alam semesta.[7]
2.3 Relasi antara Tuhan, alam dan manusia
1.
Tuhan dan
manusia
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat
dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia,
antara lain:
a. Relasi ontologis yaitu antara Tuhan
sebagai sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai representasi
dunia wujud eksistensi nya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan
Pencipra dengan makhluk.
b. Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan
manusia dibawa ke dalam korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui
komunikasi timbal balik.
c. Relasi Tuan-hamba, relasi ini
melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang
berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang patuh.
d.
Relasi etik, relasi ini didasarkan
pada perbedaan dasar antara dua aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan
konsep tentang Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.
2.
Manusia dan
alam
Pada kenyataannya saat ini manusia
sudah tidak lagi memperhatikan keseimbangan alam dalam pengeksploitasiannya.
Saat ini manusia sudah dikuasai nafsu untuk meraup keuntungan
sebanyak-banyaknya sehingga dalam memanfaatkan alam tak lagi memperdulikan
dampak buruk terhadap keimbangan ekosistem alam di bumi ini. Hutan-hutan yang
dulu lebat kini sudah gundul karena pohonnya habis ditebangi untuk berbagai
macam keperluan industri. Ditambah lagi mayoritas kegiatan penebangan pohon
tidak diikuti dengan kegiatan menanam pohon dengan persentase minimal setara
dengan banyak pohon yang ditebang. Hal ini sungguh berakibat fatal, karena
dengan demikian fungsi hutan sebagai penahan air, penyaring udara dan habitat
bagi berbagai macam ekosistem flora dan fauna bisa musnah. Bila hal itu
terjadi, maka jelaslah hanya dampak buruk yang akan kita terima sebagai
konsekuensinya. Contohnya saja banjir bandang, tanah longsor dan yang paling
parah ialah pemanasan global yang sekarang sedang terjadi. Dan ketika musibah
itu terjadi, maka kita secara refleks akan berdo’a kepada Allah dengan hati
yang ikhlas dan semata-mata karena Allah karena berharap kita segera
diselamatkan dari musibah itu.
Padahal hakekatnya manusia ini
diciptakan oleh Allah ialah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Hal
tersebut dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 yang
artinya, ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Kita sebagai manusia benar-benar wajib untuk bersyukur karena kita sebagai
manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah sama seperti tumbuhan, malaikat,
hewan ataupun setan namun ternyata kita diberi suatu tanggung jawab yang
istimewa. Apakah itu , Yaitu Allah SWT mempercayakan bumiNya ini untuk diurus
oleh kita manusia. Padahal sebelum Allah memberikan amanah mulia ini pada
manusia, Allah telah terlebih dahulu menawarkannya pada para malaikat dan
malaikat menyatakan tidak sanggup, lalu Allah juga menawarkannya kepada gunung
namun gunung juga menyatakan tidak sanggup, begitu pula ketika ditawarkan
kepada golongan jin serta makhluk ciptaan Allah yang lain, semuanya menyatakan
tidak sanggup. Kemudian Allah mempercayakan amanah yang sungguh luar biasa
berat ini kepada golongan manusia, lalu mengapa kita tidak bersyukur , Maka
dari itu mari kita lihat kembali siapa diri kita sebenarnya. Amanah yang
dibebankan oleh Allah di pundak manusia sungguh sangatlah berat. Apabila kita
telah menyadari tanggung jawab itu, maka kita akan selalu bersyukur dan akan
menjalankan fungsi dan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini dengan
baik. Yaitu kita akan benar-benar menjadi pemimpin di bumi ini dan menjaga alam
ini. Kita tidak akan merusak hutan, mencemari laut dan tidak akan membuat
polusi karena kita sadar bahwa bumi ini adalah titipan Allah SWT kepada
manusia. Kita juga akan menjadikan bumi ini sebagai ladang amal sebagai bekal
menuju kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan akhirat, dengan cara menjaga
kelestarian alam ini dan kita akan selalu berusaha sebisa mungkin agar
peringatan Allah pada surat Ar-Ruum ayat 41 yang artinya, “Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”, menjadi cambuk yang keras agar
kita selalu istiqomah dalam bertauhid kepada Allah dan menjaga kelestarian alam
ciptaan Allah yang Maha Mulia ini.
A. KONSEP خلفة الله فى الأرضى
Istilah Khalifatullah fi al-ardh
secara harfiah memiliki sejumlah tafsir pemaknaan. Pertama, yang populer
istilah khalifatullah berarti delegasi dan wakil Allah SWT di muka bumi.
Kepatuhan alam semesta kepada kepentingan manusia.
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلٰئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوا
اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُفِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءْ وَنَحْنَ
نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي اَعْلَمُ مَالَاتَعْلَمُوْنَ
Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para
Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Rabb
berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS.
Al-Baqarah [2]:30)
Sementara kedua, istilah
khalifatullah berarti penguasa yang menggantikan ras makhluk Allah SWT (yang
lain) di muka bumi. Jadi khalifah dalam konsep ini bermakna dua, sebagai
wakil/utusan dan atau sebagai pengganti peradaban suatu ras yang telah eksis
sebelumnya.
وَعَدَالله
ُالَّذِيْنَ اَمَنُوْامِنْكُمْ وَعَمِلُوْاالصّٰلِحٰتِ لَتَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى
الْاَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan mengkhalifahkan mereka di muka bumi, sebagaimana Dia telah mengkhalifahkan bangsa sebelum mereka..”. (QS. An-Nuur [24]: 55).
قَالَ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يَهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِى الْأَرْضِ فَيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ
“..Musa menjawab: ‘Mudah-mudahan Allah membinasakan
musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya)’…”. (QS. Al-A’raaf [7]: 129).
B. KONSEP عبادة
Ibadah merupakan bahasa serapan dari
Bahasa Arab ‘abada yang artinya hamba. Sementara ibadah sendiri berarti suatu
penghambaan dan kebaktian seorang mahluk kepada Sang Penciptanya. Ibadah tidak
dapat dimaknai hanya dengan shalat saja, namun cakupannya sangat kompleks
hingga seluruh aspek kehidupan manusia.
Secara umum, ritus ibadah di dalam ajaran Islam di
bagi menjadi dua katagori, yaitu:
1. Ibadah Mahdhah, yaitu suatu
ritus ibadah seorang Muslim langsung kepada Allah SWT. Bentuk ibadah ini antara
lain seperti shalat, dzikir, puasa dan haji. Artinya adalah bahwa ibadah ini
merupakan hubungan vertikal antara seorang hamba kepada Allah SWT.
2. Ibadah Ghairu al-Mahdhah,
yaitu suatu bentuk ritus ibadah (penghambaan kepada Allah SWT) kepada Allah SWT
dengan perantara makhlukNya. Ibadah ini dapat berupa muamalah (sosial),
munakahat (pernikahan), membangun tempat ibadah dan pengajian dan lain-lainnya.
Ibadah ghaira al-mahdhah ini meski bersifat kepada sesama (altruistik) namun
orientasi dan tujuannya tetaplah merupakan suatu bentuk pengabdian kepada Allah
SWT. Dalam hal ini niat seseorang memegang peranan yang sangat vital dan
menentukan. Pertanyaan mendasar dalam ranah ibadah adalah mengapa ibadah ini
kemudian menjadi penting dan harus menjadi semangat di dalam hidup seorang
hamba. Maka, dari jawaban tersebut nantinya akan terungkap hikmah-hikmah
penghambaan seorang makhluk yang ternyata adalah kembali kepada kebaikan nasib sang
abid tersebut.
3.1 Konsep ini
berangkat dari pemahaman tauhid bahwa Allah SWT sebagai Tuhan sama sekali tidak
membutuhkan ibadah para makhluknya. Artinya adalah bahwa tanpa penghambaan
makhluknya sekalipun maka Allah SWT tetap akan berpredikat sebagai Tuhan
semesta alam. Tentu ini menjadi semakin menarik guna di perdalam wilayah
kajiannya.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Apabila kita
hendak berbicara tentang bukti-bukti material haruslah dimulai dengan makhluk.
Dialah merupakan bukti sepanjang siang dan malam berada dihadapan kita dan kita
rasakan langsung keberadaannya sebab hal hal tersebutlah yang kita geluti
sehari-hari. Itu adalah perkara yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Dengan
demikian hanya dengan menggunakan bahwa alam semesta telah diciptakan dan
dipersiapkan bagi kehidupan manusia sebelum manusia diciptakan. Allah berfirman
dalam surat Al-Baqarah 29: “Dia-lah yang menjadikan segala sesuatu yang ada
di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit! Dan dia Maha mengetahui segala sesuatu”.
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat
dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia,
antara lain:
a. Relasi ontologis yaitu antara Tuhan
sebagai sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai representasi
dunia wujud eksistensi nya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan
Pencipra dengan makhluk.
b. Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan
manusia dibawa ke dalam korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui
komunikasi timbal balik.
c. Relasi Tuan-hamba, relasi ini
melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang
berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang patuh.
d. Relasi etik, relasi ini didasarkan
pada perbedaan dasar antara dua aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan
konsep tentang Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.
e. Padahal hakekatnya manusia ini
diciptakan oleh Allah ialah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Hal
tersebut dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 yang
artinya, ” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Amanah yang dibebankan oleh Allah di
pundak manusia sungguh sangatlah berat. Apabila kita telah menyadari tanggung
jawab itu, maka kita akan selalu bersyukur dan akan menjalankan fungsi dan
tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini dengan baik. Yaitu kita akan
benar-benar menjadi pemimpin di bumi ini dan menjaga alam ini. Kita tidak akan
merusak hutan, mencemari laut dan tidak akan membuat polusi karena kita sadar bahwa
bumi ini adalah titipan Allah SWT kepada manusia. Kita juga akan menjadikan
bumi ini sebagai ladang amal sebagai bekal menuju kehidupan yang hakiki yaitu
kehidupan akhirat, dengan cara menjaga kelestarian alam ini dan kita akan
selalu berusaha sebisa mungkin agar peringatan Allah pada surat Ar-Ruum ayat 41
yang artinya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”,
menjadi cambuk yang keras agar kita selalu istiqomah dalam bertauhid kepada
Allah dan menjaga kelestarian alam ciptaan Allah yang Maha Mulia ini.
4.2 Saran
Dengan adanya penjelasan seperti di
atas semoga kita selalu bisa menjaga dan melestarikan alam sekitar sebagaimana
yang diperintahkan oleh Allah SWT dan mendapan ridho dari-Nya sebagai tujuan
hakiki hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA
M. Solihin. Perkembangan
Filsafat. Pustaka
Setia. Bandung : 2007.
Toshihiko
Izutsu. Relasi Tuhan
dan Manusia. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta : 2003.
Sabdono
Surohadikusumo. Kemana Mencari Tuhan. Pustaka Dian. Yogyakarta : 2006.
Murtadha
Muthahhari. Manusia dan
Alam Semesta. Penerbit Lentera. Jakarta : 2006.
Ahmad
Marconi. Bagaimana
Alam Semesta Diciptakan. Pustaka Jaya. Jakarta : 2003.
Stephen W.
Hawking. Teori Segala
Sesuatu. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta : 2007.
Franz Magnis
Suseno. Menalar
Tuhan. Kanisius. Yogyakarta : 2006.
Ian G.
Barbour. Menemukan
Tuhan. Mizan Media
Utama. Bandung : 2002.
[1] Sabdono Surohadikusumo. Kemana Mencari Tuhan, (Yogyakarta
: Penerbit Pustaka Dian, 2006), hlm. 26.
[2] Toshihiko Izutsu. Relasi Tuhan dan manusia, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
Yogya, 2003), hlm. 107.
[6] Ahmad Marconi. Bagaimana Alam Semesta diciptakan, (jakarta : PT. Kiblat Buku Utama, 2003), hlm. 142.
EmoticonEmoticon