Update

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia

Anggaran Dasar Koperasi Dan Keanggotaan Koperasi Di Indonesia PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Koperasi adalah suatu kumpulan...

Administrasi Perkara Banding

June 01, 2017
Administrasi Perkara Banding
BAB I
PERNDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Proses penegakan hukum sebagai suatu wacana dalam masyarakat kembali menjadi topik yang sangat hangat dibicarakan. Berbagai komentar dan pendapat baik yang berbentuk pandangan ataupun penilaian dari berbagai kalangan masyarakat selalu menghiasi media massa yang ada di negeri ini.
Beberapa hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan dengan proses penegakan hukum tersebut adalah masalah tidak memuaskan atau bahkan bisa dikatakan buruknya kinerja sistem dan pelayanan peradilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, yang disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik hakim, pengacara, maupun masyarakat pencari keadilan, selain tentunya disebabkan karena adanya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam proses beracara di lembaga peradilan.
Sistem yang sudah diatur sedemikian rupa hendaknya dijalankan dengan baik oleh aparatur Negara, terlebih dari kaki tangan pemerintah dibidang penegakan hukum, setidaknya dimulai dari suatu yang sederhana, seperti pola administrasi dalam peradilan, dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan bagaimana prosedur administrasi perkara banding untuk lebih mengetahui pola serta sistem peradilan yang ada di Negara kita yang juga merupakan tonggak keberhasilan Negara mencapai sebuah cita-cita bangsa dibidang hukum.

1.2   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang hendak diuraikan dalam makalah ini adalah:
1.2.1   Bagaimana proses administrasi perkara banding?
1.2.2   Bagaimana prosedur pencabutan permohonan banding ?
1.3   Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Dengan rumusan-rumusan tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun adalah:
1.3.1   Untuk mengetahui bagaimana proses administrasi perkara banding.
1.3.2   Untuk mengetahui bagaimana prosedur pencabutan permohonan banding.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Prosedur Banding
Bagi pihak yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Agama dapat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Agama melalui Panitera Pengadilan Agama yang memutuskan perkara.
Batas Waktu pengajuan banding tersebut adalah 14 (empat be1as) hari setelah putusan Pengadilan Agama diumumkan atau diberitahukan secara sah kepada para pihak yang tidak hadir ketika putusan itu diucapkan.[1]
Prosedur pengajuan permohonan banding adalah:[2]
1)  Diajukan dalam batas waktu 14 (empat belas) hari setelah Putusan Pengadilan Agama dijatuhkan atau diberitahukan secara sah kepada para pihak apabila pada saat dijatuhkan putusan tidak hadir.
2)  Apabila telah melewati ketentuan 14 (empat belas) hari, Panitera tidak boleh menolak permohonan banding itu, tetapi dibuat catatan.
3)    Melunasi Panjar Biaya Banding yang dibuktikan dengan SKUM yang dibuat oleh Kasir.
4)   Apabila permohonan banding yang miskin (prodeo), maka Pengadilan Agama terlebih dahulu memeriksa kemiskinan orang tersebut dan dibuatkan berita acara yang dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama. Setelah Pengadilan Tinggi Agama menetapkan tentang prodeo, maka penetapan tersebut dikirim ke Pengadilan Agama. Apabila penetapan dikabulkan maka diproses secara prodeo dan jika ditolak maka pemohon banding diwajibkan membayar ongkos perkara.
5)  Panitera membuat Akta Permohonan Banding. Terhadap permohonan yang melebihi 14 (empat belas) hari Panitera harus membuat surat keterangan.
6)  Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima, kepada pihak lawan (terbanding) harus diberitahu adanya permohonan banding yang dinyatakan dengan akta pemberitahuan permohonan banding.
7)   Apabila pembanding/tebanding menyerahkan memori/kontra memori banding, harus dicatat tanggal penerimaannya selanjutnya salinanya disampaikan kepada pihak lawannya masing-masing yang dinyatakan dengan akta penyerahan/pemberitahuan memori/kontra memori banding.
8)  Sebelum berkas dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama, kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk membaca/mempelajari/memeriksa (inzage) berkas perkara. Kejadian ini dituangkan pula dalam akta membaca/mempelajari/memeriksa berkas perkara.
9)   Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan banding diterima, berkas perkara bandingnya harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama.
10)  Berkas yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari 2 (dua) berkas yaitu Bundel A dan Bundel B.
2.2    Tertib Berkas Perkara Banding[3]
a.     Bundel A (Arsip Pengadilan Agama)
Ada dua sistem pemberkasan yang digunakan, yaitu :
1.  Sistem Kelompok (berkas disusun secara kelompok berdasarkan jenis, seperti kelompok relaas-relaas,  berita acara, bukti-bukti, dan lain-lain).
2.  Sistem Kronologis (berkas disusun secara berurutan sesuai tanggal atau kejadian dari mulai surat gugatan sampai berita acara terakhir).
Sistem Pemberkasan di Pengadilan Tinggi Agama Bandarlampung dan Pengadilan Agama se-Provinsi Lampung menganut sistem Kronologis, dengan susunan Bundel A sebagai berikut:
1)     Surat Gugatan/Permohonan Penggugat/Pemohon.
2)    SKUM.
3)    Penetapan Penunjukan Majelis Hakim (PMH).
4)    Penetapan Hari Sidang (PHS).
5)    Relaas Panggilan.
6)  Berita Acara Sidang (termasuk didalamnya jawaban/replik/duplik dan alat-alat bukti tertulis)
Catatan :
Surat-surat lainnya seperti : Surat Kuasa, Relaas-relaas untuk sidang kedua dan selanjutnya,  Penetapan dan berita acara sita, gambar situasi, dan surat lainnya bila ada, maka disusun berdasarkan urutan kejadiannya.
Seluruh berkas tersebut tersusun dengan rapih dan dijahit.
b.     Bundel B (Arsip Pengadilan Tinggi Agama)
Susunan berkasnya sebagai berikut :
1)   Salinan resmi Putusan Pengadilan Agama.
2)   Akta permohonan Banding.
3)   Akta pemberitahuan banding.
4)   Akta pemberitahuan memori banding/kontra memori banding.
5)   Akta pemberitahuan kesempatan pihak untuk melihat, membaca, dan memeriksa (inzage) berkas perkara.
6)  Tanda bukti ongkos perkara.                                    
Catatan :
Surat-surat lainnya seperti : Surat kuasa, Memori/kontra memori banding apabila pembanding/terbanding menyerahkan, Surat keterangan Pembanding/terbanding tidak menyerahkan memori/kontra memori bading, Surat Keterangan Pembanding/Terbanding tidak inzage, dll  maka disusun berdasarkan urutan kejadian.
Seluruh berkas tersebut tersusun dengan rapih dan dijahit.
2.3    Mencabut Permohonan Banding[4]
a.  Sebelum permohonan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh Pemohon.
b.  Apabila berkas Perkara belum dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama, maka:
1)   Pencabutan disampaikan kepada Pengadilan Agama yang bersangkutan.
2)   Kemudian oleh Panitera dibuatkan Akta Pencabutan Kembali Permohonan Banding.
3)   Putusan baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah tenggang waktu banding berakhir.
4)   Berkas perkara banding tidak perlu diteruskan kepada Pengadilan Tinggi Agama.
c.   Apabila berkas perkara banding telah dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama, maka:
1)   Pencabutan banding disampaikan melalui Pengadilan Agama yang bersangkutan atau langsung ke Pengadilan Tinggi Agama.
2)    Apabila pencabutan ini disampaikan melalui Pengadilan Agama maka pencabutan itu segera dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama.
3)   Apabila permohonan banding belum diputus maka Pengadilan Tinggi Agama akan mengeluarkan “Penetapan” yang isinya, bahwa mengabulkan pencabutan kembali permohnan banding dan memerintahkan untuk mencoret dari daftar perkara banding.
4)     Apabila perkara telah diputus maka pencabutan tidak mungkin dikabulkan.
5)    Apabila permohonan banding dicabut, maka putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak pencabutan dikabulkan dengan “Penetapan” tersebut.
d.  Pencabutan banding tidak diperlukan persetujuan pihak lawan.



BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah diuraikan dihubungkan dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa:
3.1   Prosedur administrasi perkara banding:
Setelah permohonan diajukan dan membayar biaya panitera meregister perkara dan membuat akta banding. Permohonan banding diberikan kepada pihak lawan dengan tujuan agar mempelajari berkas dalam tenggang waktu 14 hari setelah menerima pemberitahuan. Pemohon banding mengajukan memori banding pada ketua PTA melalui ketua pengadilan agama yang menjatuhkan putusan. Memori banding diberitahukan kepada pihak lawan untuk dipelajari dan membuat kontra memori banding untuk diserahkan pada panitera pengadilan. Pengadilan menerima kontra memori banding dan memberitahukan kepada pemohon banding. Dalam 30 hari setelah permohonan banding seluruh bekas dibendel dan dikirim ke PTA.
3.2  Prosedur pencabutan permohonan banding:
Sebelum diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama, permohonan banding dapat dicabut kembali oleh pemohon. Apabila berkas perkara belum dikirim ke PTA, maka pencabutan disampaikan ke Pengadilan Agama yang bersangkutan kemudian oleh Panitera dibuatkan akta pencabutan kembali permohonan banding. Apabila perkara banding telah dikirim ke PTA dan jika perkaranya belum diputus maka PTA akan mengeluarkan penetapan yang isinya mengabulkan pencabutan kembali permohonan banding dan apabila sudah diputus maka tidak mungkin dikabulkan pembatalan banding tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan. 2007. Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Perkara di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Abdullah Tri Wahyudi. 2014. Hukum Acara Peradilan Agama, Bandung: Mandar Maju.
Arief Hidayat. 2011. Bahan Ajar Mata Kuliah Kepaniteraan, Bandarlampung: t.p.
Mahkamah Agung RI. 2010. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. Buku II, Jakarta: Mahkamah Agung RI.
Mukti Arto. 2011. Praktek  Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.




[1] Abdul Manan, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Perkara di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2007), 29.

[2] Arief Hidayat, Bahan Ajar Mata Kuliah Kepaniteraan, (Bandarlampung: t.p., 2011), 11-12.

[3] Abdul Manan, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Perkara di Lingkungan Peradilan Agama., 31-33.

[4] Mukti Arto, Praktek  Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 291-292.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »