Administrasi Perkara Banding
BAB I
PERNDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penegakan hukum
sebagai suatu wacana dalam masyarakat kembali menjadi topik yang sangat hangat
dibicarakan. Berbagai komentar dan pendapat baik yang berbentuk pandangan
ataupun penilaian dari berbagai kalangan masyarakat selalu menghiasi media
massa yang ada di negeri ini.
Beberapa hal yang
selalu menjadi topik utama sehubungan dengan proses penegakan hukum tersebut
adalah masalah tidak memuaskan atau bahkan bisa dikatakan buruknya kinerja
sistem dan pelayanan peradilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, yang
disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan dari mereka yang
terlibat dalam sistem peradilan, baik hakim, pengacara, maupun masyarakat
pencari keadilan, selain tentunya disebabkan karena adanya korupsi, kolusi dan
nepotisme dalam proses beracara di lembaga
peradilan.
Sistem yang sudah
diatur sedemikian rupa hendaknya dijalankan dengan baik oleh aparatur Negara,
terlebih dari kaki tangan pemerintah dibidang penegakan hukum, setidaknya
dimulai dari suatu yang sederhana, seperti pola administrasi dalam peradilan,
dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan bagaimana prosedur administrasi
perkara banding untuk lebih mengetahui pola serta sistem peradilan yang ada di
Negara kita yang juga merupakan tonggak keberhasilan Negara mencapai sebuah
cita-cita bangsa dibidang hukum.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang hendak diuraikan dalam makalah ini
adalah:
1.2.1 Bagaimana proses administrasi perkara
banding?
1.2.2 Bagaimana prosedur pencabutan permohonan banding
?
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Penulisan
Dengan rumusan-rumusan
tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun adalah:
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana proses administrasi perkara
banding.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana prosedur pencabutan
permohonan banding.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prosedur Banding
Bagi pihak yang tidak
puas terhadap putusan Pengadilan Agama dapat mengajukan permohonan banding ke
Pengadilan Tinggi Agama melalui Panitera Pengadilan Agama yang memutuskan
perkara.
Batas Waktu pengajuan
banding tersebut adalah 14 (empat be1as) hari setelah putusan Pengadilan Agama
diumumkan atau diberitahukan secara sah kepada para pihak yang tidak hadir
ketika putusan itu diucapkan.[1]
Prosedur pengajuan
permohonan banding adalah:[2]
1) Diajukan dalam batas waktu 14 (empat belas) hari
setelah Putusan Pengadilan Agama dijatuhkan atau diberitahukan secara sah kepada
para pihak apabila pada saat dijatuhkan putusan tidak
hadir.
2) Apabila telah melewati ketentuan 14 (empat belas) hari,
Panitera tidak boleh menolak permohonan banding itu, tetapi dibuat
catatan.
3) Melunasi Panjar Biaya Banding yang dibuktikan dengan
SKUM yang dibuat oleh Kasir.
4) Apabila permohonan banding yang miskin (prodeo), maka
Pengadilan Agama terlebih dahulu memeriksa kemiskinan orang tersebut dan
dibuatkan berita acara yang dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama. Setelah
Pengadilan Tinggi Agama menetapkan tentang prodeo, maka penetapan tersebut
dikirim ke Pengadilan Agama. Apabila penetapan dikabulkan maka diproses secara
prodeo dan jika ditolak maka pemohon banding diwajibkan membayar ongkos
perkara.
5) Panitera membuat Akta Permohonan Banding. Terhadap
permohonan yang melebihi 14 (empat belas) hari Panitera harus membuat surat
keterangan.
6) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding
diterima, kepada pihak lawan (terbanding) harus diberitahu adanya permohonan
banding yang dinyatakan dengan akta pemberitahuan permohonan
banding.
7) Apabila pembanding/tebanding menyerahkan memori/kontra
memori banding, harus dicatat tanggal penerimaannya selanjutnya salinanya
disampaikan kepada pihak lawannya masing-masing yang dinyatakan dengan akta
penyerahan/pemberitahuan memori/kontra memori
banding.
8) Sebelum berkas dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama,
kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk membaca/mempelajari/memeriksa
(inzage) berkas perkara. Kejadian ini dituangkan pula dalam akta
membaca/mempelajari/memeriksa berkas perkara.
9) Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan banding
diterima, berkas perkara bandingnya harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi
Agama.
10) Berkas yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama terdiri
dari 2 (dua) berkas yaitu Bundel A dan Bundel
B.
2.2 Tertib Berkas Perkara Banding[3]
a. Bundel A (Arsip Pengadilan
Agama)
Ada dua sistem
pemberkasan yang digunakan, yaitu :
1. Sistem Kelompok (berkas disusun secara kelompok
berdasarkan jenis, seperti kelompok relaas-relaas, berita acara, bukti-bukti, dan
lain-lain).
2. Sistem Kronologis (berkas disusun secara berurutan
sesuai tanggal atau kejadian dari mulai surat gugatan sampai berita acara
terakhir).
Sistem Pemberkasan di
Pengadilan Tinggi Agama Bandarlampung dan Pengadilan Agama se-Provinsi Lampung
menganut sistem Kronologis, dengan susunan Bundel A sebagai
berikut:
1) Surat Gugatan/Permohonan
Penggugat/Pemohon.
2) SKUM.
3) Penetapan Penunjukan Majelis Hakim
(PMH).
4) Penetapan Hari Sidang
(PHS).
5) Relaas Panggilan.
6) Berita Acara Sidang (termasuk didalamnya
jawaban/replik/duplik dan alat-alat bukti
tertulis)
Catatan :
Surat-surat lainnya
seperti : Surat Kuasa, Relaas-relaas untuk sidang kedua dan selanjutnya, Penetapan dan berita acara sita, gambar
situasi, dan surat lainnya bila ada, maka disusun berdasarkan urutan
kejadiannya.
Seluruh berkas
tersebut tersusun dengan rapih dan dijahit.
b. Bundel B (Arsip Pengadilan Tinggi
Agama)
Susunan berkasnya
sebagai berikut :
1) Salinan resmi Putusan Pengadilan
Agama.
2) Akta permohonan
Banding.
3) Akta pemberitahuan
banding.
4) Akta pemberitahuan memori banding/kontra memori
banding.
5) Akta pemberitahuan kesempatan pihak untuk melihat,
membaca, dan memeriksa (inzage) berkas
perkara.
6) Tanda bukti ongkos perkara.
Catatan
:
Surat-surat lainnya
seperti : Surat kuasa, Memori/kontra memori banding apabila
pembanding/terbanding menyerahkan, Surat keterangan Pembanding/terbanding tidak
menyerahkan memori/kontra memori bading, Surat Keterangan Pembanding/Terbanding
tidak inzage, dll maka disusun
berdasarkan urutan kejadian.
Seluruh berkas
tersebut tersusun dengan rapih dan dijahit.
2.3 Mencabut Permohonan Banding[4]
a. Sebelum permohonan banding diputus oleh Pengadilan
Tinggi Agama, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh
Pemohon.
b. Apabila berkas Perkara belum dikirimkan kepada
Pengadilan Tinggi Agama, maka:
1) Pencabutan disampaikan kepada Pengadilan Agama yang
bersangkutan.
2) Kemudian oleh Panitera dibuatkan Akta Pencabutan
Kembali Permohonan Banding.
3) Putusan baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah
tenggang waktu banding berakhir.
4) Berkas perkara banding tidak perlu diteruskan kepada
Pengadilan Tinggi Agama.
c. Apabila berkas perkara banding telah dikirimkan kepada
Pengadilan Tinggi Agama, maka:
1) Pencabutan banding disampaikan melalui Pengadilan Agama
yang bersangkutan atau langsung ke Pengadilan Tinggi
Agama.
2) Apabila pencabutan ini disampaikan melalui Pengadilan
Agama maka pencabutan itu segera dikirim ke Pengadilan Tinggi
Agama.
3) Apabila permohonan banding belum diputus maka
Pengadilan Tinggi Agama akan mengeluarkan “Penetapan” yang isinya, bahwa
mengabulkan pencabutan kembali permohnan banding dan memerintahkan untuk
mencoret dari daftar perkara banding.
4) Apabila perkara telah diputus maka pencabutan tidak
mungkin dikabulkan.
5) Apabila permohonan banding dicabut, maka putusan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sejak pencabutan dikabulkan dengan “Penetapan”
tersebut.
d. Pencabutan banding tidak diperlukan persetujuan pihak
lawan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan yang telah diuraikan dihubungkan dengan pokok permasalahan yang telah
dirumuskan, maka kami dapat menarik kesimpulan
bahwa:
3.1 Prosedur administrasi perkara
banding:
Setelah permohonan
diajukan dan membayar biaya panitera meregister perkara dan membuat akta
banding. Permohonan banding diberikan kepada pihak lawan dengan tujuan agar
mempelajari berkas dalam tenggang waktu 14 hari setelah menerima pemberitahuan.
Pemohon banding mengajukan memori banding pada ketua PTA melalui ketua
pengadilan agama yang menjatuhkan putusan. Memori banding diberitahukan kepada
pihak lawan untuk dipelajari dan membuat kontra memori banding untuk diserahkan
pada panitera pengadilan. Pengadilan menerima kontra memori banding dan
memberitahukan kepada pemohon banding. Dalam 30 hari setelah permohonan banding
seluruh bekas dibendel dan dikirim ke PTA.
3.2 Prosedur pencabutan permohonan
banding:
Sebelum diputus oleh
Pengadilan Tinggi Agama, permohonan banding dapat dicabut kembali oleh pemohon.
Apabila berkas perkara belum dikirim ke PTA, maka pencabutan disampaikan ke
Pengadilan Agama yang bersangkutan kemudian oleh Panitera dibuatkan akta
pencabutan kembali permohonan banding. Apabila perkara banding telah dikirim ke
PTA dan jika perkaranya belum diputus maka PTA akan mengeluarkan penetapan yang
isinya mengabulkan pencabutan kembali permohonan banding dan apabila sudah
diputus maka tidak mungkin dikabulkan pembatalan banding
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan. 2007. Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan
dan Pengendalian Administrasi Perkara di Lingkungan Peradilan Agama,
Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
Abdullah Tri Wahyudi.
2014. Hukum Acara Peradilan Agama,
Bandung: Mandar Maju.
Arief Hidayat. 2011.
Bahan Ajar Mata Kuliah Kepaniteraan,
Bandarlampung: t.p.
Mahkamah Agung RI.
2010. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan. Buku II, Jakarta: Mahkamah Agung
RI.
Mukti Arto. 2011. Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan
Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[1] Abdul Manan, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan
dan Pengendalian Administrasi Perkara di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia, 2007), 29.
[3] Abdul Manan,
Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Perkara
di Lingkungan Peradilan Agama., 31-33.
[4] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan
Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
291-292.
EmoticonEmoticon